Selasa, 28 Agustus 2012

Dua Hikmah di Hari Senin

Ada banyak hal yang membuat aku selalu merasa beruntung dan terberkati. Kadang-kadang aku tidak menyadarinya, sampai sebuah peristiwa sepele terjadi dan ternyata efeknya pada diriku sangat besar.

---

Kemarin sore aku menjemput Arum yang sedang nonton bareng teman-temannya di  Twenty One sebuah mall. Saat mampir ke rest room, aku disapa ramah oleh si mbak cleaning service. Karena merasa tidak kenal, aku hanya membalas dengan senyum sekedarnya.

Tanpa kuduga si mbak ini ngajak ngobrol, "Saya masuk kerja tanpa libur sudah dari malam takbiran lho, Bu". Tertegun, aku bertanya, "Emang nggak ada giliran masuk ta, Mbak ? Kasihan anak-anak dong kalau malam lebaran ibunya tidak ada di rumah. Putranya berapa ? Sudah besar-besar ya ?"

Si mbak lalu bercerita --atau lebih tepatnya curhat-- tentang dua putranya yang masih berusia delapan dan dua tahun. Bagaimana ia harus membanting tulang menghidupi mereka dengan melakukan pekerjaan halal apapun yang masih sanggup dilakukannya, karena suaminya berpulang saat putra bungsunya masih dalam kandungan.

"Lalu ?", tanyaku tanpa sadar. Pada saat itu kami sudah berdiri hanya dalam jarak tiga meter, ngobrol dengan asyik seperti dua orang yang sudah lama saling kenal. Si mbak tetap memegang alat pel bergagang panjang, sementara aku bersandar di kaca wastafel sambil melongo mendengarkan ceritanya yang mengharukan.

"Pagi setelah Shalat Ied saya bawa anak-anak ke makam ayahnya. Saya tidak kuat menahan sedih saat sibungsu tanya kenapa ayahnya tidur disini, diatas tanah tanpa kasur. Sekuat tenaga saya tahan air mata karena saya tidak ingin mereka jadi ikut sedih", kata si mbak sambil berlinang air mata.

Sesak dadaku. "Mbak, menangis di depan anak-anak bukan hal tabu. Tidak perlu takut terlihat lemah hanya karena menangis", aku mencoba masuk pelan-pelan.

"Kalau saya; akan saya rengkuh anak-anak, saya peluk dan kami menangis bersama. Saya akan katakan pada mereka bahwa meski seberat apapun kondisi saya tanpa ayah mereka, tapi karena ada anak-anak yang sangat saya sayangi, semua beban itu tidak terasa lagi", aku mencoba menguatkan si mbak yang berwajah manis namun terkesan rapuh dan sedih ini.

Obrolan kami berkembang dan semakin melebar menjadi semacam konsultasi psikologi, meski hanya di depan toilet, sambil berdiri pula.

---

Beberapa menit sesudahnya, saat aku sudah duduk lagi di food court bersama  MD dan Dinda, tiba-tiba kabar mengejutkan kami terima, dan membuatku menghela nafas panjang untuk yang kedua kali hari ini.

Pak Beck, seorang komandan senior pasukan intel di sebuah kesatuan, telah berpulang seminggu sebelum lebaran. Terakhir beliau dirawat di sebuah rumah sakit tidak jauh dari rumah kami. MD sangat terkejut sekaligus sedih, karena beliau ini sudah cukup lama bersahabat dengan MD dan terlibat dalam bisnis yang sama. Ironisnya, MD tahunya justru setelah menghubungi hape beliau, dan istrinya yang menerima sambil mengabarkan berita sedih ini. Innalillahi....

---

Apa hikmah dari semua kejadian hari ini ? Aku dan MD tidak banyak berkata-kata lagi. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing, dan yang pasti sibuk bersyukur untuk semua yang sudah dianugerahkan pada kami. Alhamdulillah Ya Rabb...


---





Selasa, 14 Agustus 2012

Menghitung Nikmat

Selama ini aku belum pernah meluangkan waktu khusus untuk menghitung berapa banyak nikmat yang sudah diberikan Tuhanku padaku. Bersyukur, selalu. Tapi mengidentifikasi dan menyadari nikmat apa saja yang sudah aku rasakan, sama sekali belum pernah. Bahkan tidak pernah terpikir sebelumnya.

Subuh tadi, di sela-sela menyelesaikan pekerjaan rumah karena para asisten sudah mudik, terbersit dalam benakku betapa nikmatnya saat kita sehat. Kupandangi kedua belah tanganku. Lengkap dan kuat. Lihat; piring kotor yang menggunung, dapur dan ruang keluarga yang berantakan, halaman yang penuh daun-daun kering, dan bunga-bunga yang kehausan minta disiram, semuanya beres dikerjakan oleh tanganku yang hebat ini.

Itu baru tangan. Padahal dengan kondisi yang sangat stabil dan sehat, hampir semua anggota badanku berfungsi normal. Bagaimana jadinya andai kakiku tidak bisa digerakkan. Apa yang bisa aku lakukan kalau kedua mataku tidak berfungsi. Betapa sengsaranya aku jika paru-paruku tidak bisa mengembang dan aku gagal bernafas. Hiii...tidak terbayangkan.

---

Akhir-akhir ini aku kerap terlibat obrolan ringan dengan teman-teman dekat, sharing tentang keluarga masing-masing. Topik favoritku. Bukan untuk tujuan membanding-bandingkan, tapi semata ingin berbagi solusi untuk masalah-masalah yang kami sendiri sulit mengatasinya. Dari sini aku menyimpulkan bahwa; semua kenikmatan yang diberikan Allah pada kita, tidak ada artinya kalau kita tidak pandai bersyukur.

Anak-anak yang sehat, selalu gembira, hormat dan patuh pada orang tua, adalah nikmat. Suami yang penyayang, selalu ada saat aku membutuhkan, meskipun ia menjaga aku lebih ketat dari satpam tapi selalu berbicara lemah lembut, adalah nikmat. Kesehatanku sampai detik ini, adalah nikmat. Lalu apalagi ? rasanya aku tidak sanggup menghitung saking banyaknya... Alhamdulillah...

---




Rabu, 08 Agustus 2012

Aku dan Buku


Iseng membongkar-bongkar rak buku di sudut rumah yang paling tidak pernah terjamah, coba tebak apa yang kutemukan ?

Novel-novelku yang belum terbaca, karena terlalu tebal, karena belum mood lihat covernya, karena lupa kalau pernah beli judul ini. Pffuuhh...ternyata jumlahnya banyak sekali. Lebih dari sepuluh judul dengan tebal rata-rata diatas enam ratus halaman.

Aku bengong. Ternyata ada harta karun tersembunyi di sini ya?...gak kepikiran...hehehe...

Ada novel Salman Rushdie yang kontroversial, ada Gold Edition Mahabharata, ada kisah klasik kaisar perempuan dari China, ada novel terjemahan dari tahun 880 masehi, ada balada tentang anak-anak Afghanistan, dan beberapa novel romantis yang kelihatan sangat menarik dari judulnya.

Kok bisa bacaan sebagus ini terlewat dari aku ya? Apakah aku sudah sedemikian sibuk sampai tidak punya waktu lagi untuk memuaskan hobiku membaca?
---

Sejak kecil aku sudah akrab dengan buku, majalah, dan novel anak-anak. Kalau aku ulang tahun, hampir pasti hadiah dari bapak-ibuk adalah pergi ke Sari Agung --toko buku terkenal jaman itu-- dan memborong buku bacaan sebanyak yang aku mau. Semua buku-buku itu kusimpan rapi. Kalau bukan karena heboh pindah rumah dan banyak barang-barang kami yang terabaikan, mungkin sampai sekarang buku-buku itu masih ada.

Waktu era Gramedia, aku semakin menggila..hehe.. Pergi ke toko buku sudah jadi senjata bapak untuk mengatasi keenggananku pergi ke dokter setiap hari, selama enam bulan penuh. Kalau setiap sore bapak bersedia membelikan dua judul, coba hitung berapa banyak koleksiku selama enam bulan. Asyik kan ?

Ada beberapa buku yang sampai sekarang kusimpan, sejak SMP, hadiah dari bapak dengan misi khusus di dalamnya. Aku sedang seru-serunya menikmati masa remaja, bapak menghadiahkan novel dengan setting kehidupan anak-anak SMP, dan aku tahu aku harus mengambil pelajaran dari cerita dalam buku itu.

Lalu waktu aku sudah SMA, kejadian yang sama terulang. Bapak menghadiahkan sebuah buku, novel percintaan remaja khas anak-anak SMA, dan aku langsung tahu apa maksud pemberian ini. Ah bapak, orang yang paling mengerti dan menyayangi aku, selalu tidak tega menegur kalau aku melakukan kesalahan. Caranya menyindir melalui buku, ampuh membuat aku sangat menjaga pergaulan dan perilaku hingga detik ini.

---

Kegemaran membaca ini menurun juga ke Arum-Dinda. Tidak heran kalau setiap sudut rumah kami penuh dengan majalah, koran, buku-buku, ensiklopedi, dan berbagai macam bacaan. Semua ada pemiliknya. Karena masing-masing dari kami punya selera berbeda dalam membaca.

Membaca juga menjadi caraku mengisi waktu di manapun berada; saat bengong menunggui Arum-Dinda les, menunggu MD selesai meeting, menunggu antrian di tempat praktek dokter, menunggu boarding di bandara, pokoknya di mana saja deh. Menunggu jadi tidak terasa membosankan kalau ditemani buku.

---


Minggu, 05 Agustus 2012

Methamorphosa -part 2-

Bulan baik, dengan penuh syukur, aku merasa segala sesuatu berjalan menuju ke arah yang baik. Semuanya, terutama urusan domestik yang berhubungan dengan anak-anak, suami, orang tua, mertua, keluarga besar, dan yang tidak ketinggalan para asisten.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, memasuki bulan Ramadhan aku sudah harus bersiap menghadapi berbagai gempuran --are you serious?..yes, i am--. Speed review aja ya; bersitegang sedikit dengan ibuk soal saluran pembuangan yang mampet dan luber kemana-mana. Menjengkelkan sekali karena lagi-lagi aku tidak bisa membendung air mata kesedihan --gombaaaal..--. Versi ibuk; akulah biang keladi dari semua kekacauan ini. Enam ekor indukan kelinci anggoraku membuat lubang sampai menembus bak kontrol belakang. Hiks..hiks..ibuk ampunilah anakmu yang manis ini...:(

Efek dari 'tragedi saluran pembuangan' ini sampai juga ke mertua. Beliau cuma bilang ke MD,"Tutut harus lebih sabar. Kalau butuh tempat curhat, ibuk mau kok dicurhati". Ah, ibuk dan bapak mertua memang sayang banget sama aku, persis seperti anaknya...hehehe...

Soal anak-anak, seperti biasa; memusingkan, mengaduk emosi, tapi menggelikan juga. Arum terkaget-kaget dengan kegiatan ekstra padat dari sekolahnya. Aku iba melihat ia harus pontang-panting membagi waktu antara sekolah dan les musik yang tetap harus dijalaninya.

Sampai pada suatu hari ia merengek, "Papa, aku bolos ya. Sehariii aja..", katanya memelas. MD menjawab enteng, "Boleh, kalau temanmu yang lain pada bolos juga". Duh, nak...ini belum ada apa-apanya dan kau nyaris menyerah. Kau akan menghadapi berlipat-lipat lebih berat dari ini suatu saat nanti. Papa-mama hanya berharap kau menempa diri lebih keras dan lebih bersungguh-sungguh sejak sekarang.

Dinda, tahun ini mencatat prestasi di mata kami; puasanya penuh sejak hari pertama. Meskipun untuk itu aku harus menemaninya tiduran di depan tivi sepanjang sore sampai menjelang berbuka, sambil terus membujuknya untuk bertahan. Ibuk mertua dan Bik Sam, tukang masak kami, selalu manyajikan menu-menu kesukaan Dinda, demi membuat Dinda bersemangat makan sahur.

Seolah tidak mau ketinggalan menguji aku; tiga asisten yang berbicara dalam bahasa yang tidak aku pahami, berselisih paham dan saling mendiamkan satu sama lain. Suasana di ruang belakang jadi tidak nyaman, terasa sekali ada perang dingin sedang terjadi.

Dengan santai dan sedikit masa bodoh, aku berbicara dengan mereka satu persatu. Aku bilang bahwa sikap mereka membuat suasana rumah jadi tidak nyaman. Setelah tidak berhasil mengorek masalah yang sebenarnya, aku hanya berpesan bahwa mereka akan pulang lebaran bertiga, dan kembali ke Surabaya juga bertiga. Alhamdulillah mereka menyanggupi.

Pada bulan ini juga, MD mulai merintis unit usaha kami yang baru. Sebetulnya tidak benar-benar baru, karena jauh sebelumnya kami sudah pernah cukup serius menekuni bidang ini. Saat itu kami sudah menginveskan tidak sedikit waktu, tenaga, dan biaya. Mungkin karena timingnya tidak tepat, atau belum saatnya terjadi, sehingga usaha kami itu tidak berjalan optimal. Untuk yang sekarang, aku merasa boleh berharap banyak. Semoga...

O ya, satu lagi...hiks,..Grand Feroza kesayanganku akhirnya berpindah tangan tepat pada 1 Agustus kemarin. Menurut MD, aku tidak pantas lagi naik mobil gagah perkasa seperti itu, dan sebagai gantinya sebuah mobil keluarga model terbaru dikirimkan ke rumah beberapa hari sebelum mobil lamaku terjual.

Feroza warna silver metalik ini sudah ada setahun sebelum Arum lahir, dan selama itu pula aku sangat dekat dengannya. Hiks...separuh jiwaku pergi :(

---

Ramadhan tahun ini sungguh luar biasa. Ada begitu banyak air mata, ujian yang tidak kusangka sanggup menyelesaikannya, kegembiraan dari hal-hal kecil yang tidak kusadari sebelumnya, berkah dan karunia tiada putus, silaturahim yang tersambung kembali, dan kemampuan menolong orang lain jauh lebih besar dari sebelumnya. Alhamdulillah...

Dalam banyak hal, aku berusaha untuk terus bertumbuh selagi aku diberi waktu untuk melakukannya. Kalau sebelumnya tingkat emosiku di level 9, sekarang berangsur-angsur turun mencapai level 5. Tidak impulsif dan meledak-ledak, juga tidak reaktif berlebihan lagi.

Waktu mengubah segalanya. Waktu jugalah yang akan menentukan segalanya. Tapi, mulai hari ini aku bertekad untuk terus berubah menjadi lebih baik. Bermetamorfosa dari seekor ulat buruk rupa menjadi kupu-kupu yang cantik...

***