Sabtu, 29 Oktober 2011

All About Love...( sebuah cuplikan )

Sajak Kecil Tentang Cinta

mencintai angin harus menjadi siuuut...
mencintai air harus menjadi ricik
mencintai gunung harus menjadi terjal
mencintai api harus menjadi jilat
mencintai cakrawala harus menebas jarak
mencintaimu harus menjadi aku
........


Aku Ingin

aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana 
dengan isyarat yang tak  sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
.......



Sabtu, 22 Oktober 2011

Ortu or Friend ?

Sudah lama aku merasa kurang sreg dengan konsep 'orang tua sebagai teman'. Bukan karena salah atau jelek atau merugikan dan berbagai hal negatif lainnya, tapi lebih pada 'kurang pas' saja, menurutku. Orang tua ya tetap orang tua dengan segala hak dan kewajibannya, sementara teman ya tetap teman dengan hak dan kewajibannya juga.
Apalagi setelah aku merasakan sendiri menjadi orang tua bagi dua putri yang beranjak remaja. Pengalamanku sebagai anak yang baik dan berbakti  *kata bapakku dan ibukku lo* membuatku 'tidak tega' menganggap ortuku sebagai teman.
 Bagaimana tidak, teman-temanku yang sebagian besar teman sekolah -bukan tetangga, maksudnya- sering aku perlakukan sesuka hatiku. Kalau pas ulangan mereka minta contekan, aku pelototin. Kalau jajan di kantin mereka kabur tanpa bayar dan aku yang tertangkap ibu kantin, sudah pasti aku membayar dengan gerutu dan sumpah serapah. Belum lagi kalau ada yang iseng merantai sepedaku di tiang tempat parkiran, dan aku harus pulang menumpang siapa saja, sudah pasti pelakunya aku hapus dari daftar teman selama berminggu-minggu. Yaa...yang begitu-begitu sih. 
Soal curhat dan kedekatan, rasanya aku tidak punya teman atau sahabat khusus yang tahu segala rahasia hidupku sampai ke relung paling gelap :) Untuk itu semua, rasanya paling enak dan klop kalau aku mengadu ke bapak atau ibuk, kedua orang tuaku. Benar-benar sebagai orang tua, bukan sebagai teman. Kalau aku salah, ibuk langsung ngomel panjang kali lebar *sama dengan luas..hi..hi..hi*. Kalau aku bertindak benar, bapak akan langsung mengacungkan jempolnya yang besar dan hitam sambil tersenyum ; "hebat anak bapak". Sampai sekarangpun, setelah bapak berpulang dan aku bukan anak-anak atau remaja lagi, perlakuan ibuk terhadapku masih sama. Mengomeli aku untuk kesalahanku ini itu, mengatur aku harusnya begini atau begitu, dan segala remeh temeh yang aku yakin tidak akan dilakukan oleh seorang teman.
 Aku sangat bersyukur punya ortu yang benar-benar berfungsi sebagai  orang tua. Mengingatkan kalau aku salah, mengkritik kalau aku lupa diri, menegur keras kalau aku mulai takabur, mendoakan sepenuh hati kalau aku kehilangan harapan, dan yang paling penting; menerima aku dengan sepenuh cinta  walau apapun kondisiku. Cinta yang tanpa pamrih dan tanpa syarat.
 Untuk kedua putriku, aku juga sangat ingin menjadi seperti bapak dan ibuk. Menjadi orang tua yang benar-benar berfungsi sebagai orang tua. Tempat mengadu, berkeluh kesah, menumpahkan uneg-uneg, berdiskusi, curhat, memohon doa, memohon ridho...minta uang saku, minta dibelikan ini-itu, minta apapun....Aku ingin hanya kepada aku dan Mas Dony, Arum dan Dinda memusatkan segala yang terjadi dalam hidupnya saat ini. Agar kami bisa bersama-sama berpegangan tangan dan saling menguatkan menjalani segala yang sudah disuratkan olehNya.
Apapun yang mereka hadapi, aku berharap, hanya kepadaNya Arum-Dinda bersujud mohon ketenangan dan keluasan hati. Dan selanjutnya, hanya kepada kami -orang tuanya- mereka berbagi rasa...bukan kepada teman. 
 ( Tulisan ini murni untuk aku dan anak-anakku, tanpa bermaksud meremehkan atau menyalahkan pendapat siapapun tentang 'ortu vs teman'. Karena menurutku; apa yang baik dan benar untuk orang lain belum tentu baik dan benar untuk aku.)

Akhirnya Selesai Juga...

Masjid Menara Kudus. Kunjungan ke Kudus pada awal Oktober 2011 ini adalah bagian dari perjalanan bisnis Mas Dony, sekaligus menutup rangkaian touring kami berdua mengunjungi makam-makam wali songo . Tidak terasa , seluruh 'destinasi wajib' yang biasanya dikunjungi dalam wisata religi sudah kami tuntaskan dalam waktu 2 tahun. Lama sekali ? Tentu saja, karena semuanya kami lakukan di sela-sela perjalanan bisnis, mencuri-curi waktu, dan mengatur jadwal dengan tidak mudah.
 Dalam perjalanan kali ini kami mengunjungi makam Sunan Kudus di kota Kudus dan Sunan Muria di Pati Jawa Tengah. Yang menarik adalah makam Sunan Muria. Terletak di atas bukit, yang menurutku sudah tidak terlihat lagi kesakralannya saking totalnya direnovasi. Kesannya biasa saja, seperti mengunjungi makam-makam pada umumnya. Lalu di mana letak menariknya ? 
Dari arah makam, beberapa kilo ke arah timur, terdapat situs sumber air tiga rasa. Konon tempat ini dulunya adalah tempat semedi atau menyepi Kanjeng Sunan. Untuk sampai ke lokasi ini tidak mudah. Jalannya meliuk-liuk dan curam sepanjang beberapa kilometer. Aku dan Mas Dony naik ojek, itupun makan waktu lebih 20 menit. Sesampai di sana aku merasa terlempar ke 'alam lain'. 
Tinggi di atas bukit, sunyi senyap, gelap karena rimbun pepohonan dan sangat asing. Sumber airnya ternyata adalah tiga ceruk kecil di sebuah tebing batu tidak terlalu besar. Dari bawahnya mengalir air dari perut bumi yang terlihat sangat jernih. Dengan telapak tangan aku coba mencicipi rasa airnya. Benarkah berbeda ? Lagi-lagi aku kecewa ( maaf..). Ternyata rasanya tidak beda-beda amat. Hanya berbeda keasaman, menurutku, yang semakin pekat dari ceruk satu ke ceruk dua dan ceruk tiga.
 Tadinya aku kira ketiganya berbeda rasa yang ekstrem. Misalnya ceruk satu rasa stroberi, ceruk dua rasa jeruk, dan ceruk tiga rasa anggur, gitu...:))) Saking ngerinya dengan suasana sekitar yang seram, aku tidak berani mengungkapkan  ini secara langsung, takut kesambet.. he..he..he.. Permintaan Mas Dony untuk membawa sample air dari masing-masing ceruk itu juga kutolak...Tapi yang paling disesalkan adalah; kami tidak terpikir untuk berfoto, padahal aku merasa tidak bakalan ke tempat ini lagi karena letaknya yang jauh plus medan yang sulit.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Visit Surabaya 2011






Lebaran ini menjadi istimewa karena rangkaian acara yang lumayan panjang, destinasi beragam, menguras tenaga, dan menguras kantong  lumayan dalam. Tidak hanya itu, yang terlibat pun dari berbagai kota. Jarang-jarang lho bisa kumpul seperti ini...

The Three Musketeers...








Papa, mbak Arum dan Dinda jalan-jalan ke Keraton Surakarta. Mama kemana ?...maaf ya sayang, mama harus entertaint tamu dari Pontianak. Mereka lebih tertarik mengubek-ubek Pasar Klewer. Jadilah rombongan terbagi dua, sebagian ke keraton sebagian shoping. Mengapa rombongan Pontianak tidak tertarik masuk keraton ?  usut punya usut, dan ini surprise buat mama, mereka sudah sering kesana. Tanpa mampir Surabaya, langsung dari Jakarta dan balik Pontianak lagi keesokan harinya.  Kok bisa sih ? kapan-kapan soal ini akan aku tulis...intinya adalah; adanya garis keturunan yang lumayan dekat dengan pihak keraton. Mbah putri suami masih masuk dalam silsilah darah biru. Weleh-weleh...kalau aku sih darah rendah..:)))

Napak Tilas









Ini adalah kunjunganku yang kedua ke makam RM. Siswohoetomo, eyang kakung suamiku. Letaknya diatas bukit persis dipuncak Gua Jatijajar, Kebumen Jawa Tengah. Empat tahun yang lalu, sekitar Mei 2007, aku takziyah pertama kali hanya dengan bapak-ibu mertua, suami dan kedua putri kami. Sekarang, 9 September 2011, aku berkesempatan datang lagi sambil membawa rombongan dari Pontianak. Kami melakukan safari dari Surabaya, Solo, Gombong, Kebumen, sampai Cirebon.

Masih tetap heboh...







Heboh lanjutan...di Villa Jambuluwuk











Jatim Park 2 ....hebohnya liburan..