Sudah lama aku merasa kurang sreg dengan konsep 'orang tua sebagai teman'. Bukan karena salah atau jelek atau merugikan dan berbagai hal negatif lainnya, tapi lebih pada 'kurang pas' saja, menurutku. Orang tua ya tetap orang tua dengan segala hak dan kewajibannya, sementara teman ya tetap teman dengan hak dan kewajibannya juga.
Apalagi setelah aku merasakan sendiri menjadi orang tua bagi dua putri yang beranjak remaja. Pengalamanku sebagai anak yang baik dan berbakti *kata bapakku dan ibukku lo* membuatku 'tidak tega' menganggap ortuku sebagai teman.
Bagaimana tidak, teman-temanku yang sebagian besar teman sekolah -bukan tetangga, maksudnya- sering aku perlakukan sesuka hatiku. Kalau pas ulangan mereka minta contekan, aku pelototin. Kalau jajan di kantin mereka kabur tanpa bayar dan aku yang tertangkap ibu kantin, sudah pasti aku membayar dengan gerutu dan sumpah serapah. Belum lagi kalau ada yang iseng merantai sepedaku di tiang tempat parkiran, dan aku harus pulang menumpang siapa saja, sudah pasti pelakunya aku hapus dari daftar teman selama berminggu-minggu. Yaa...yang begitu-begitu sih.
Soal curhat dan kedekatan, rasanya aku tidak punya teman atau sahabat khusus yang tahu segala rahasia hidupku sampai ke relung paling gelap :) Untuk itu semua, rasanya paling enak dan klop kalau aku mengadu ke bapak atau ibuk, kedua orang tuaku. Benar-benar sebagai orang tua, bukan sebagai teman. Kalau aku salah, ibuk langsung ngomel panjang kali lebar *sama dengan luas..hi..hi..hi*. Kalau aku bertindak benar, bapak akan langsung mengacungkan jempolnya yang besar dan hitam sambil tersenyum ; "hebat anak bapak". Sampai sekarangpun, setelah bapak berpulang dan aku bukan anak-anak atau remaja lagi, perlakuan ibuk terhadapku masih sama. Mengomeli aku untuk kesalahanku ini itu, mengatur aku harusnya begini atau begitu, dan segala remeh temeh yang aku yakin tidak akan dilakukan oleh seorang teman.
Aku sangat bersyukur punya ortu yang benar-benar berfungsi sebagai orang tua. Mengingatkan kalau aku salah, mengkritik kalau aku lupa diri, menegur keras kalau aku mulai takabur, mendoakan sepenuh hati kalau aku kehilangan harapan, dan yang paling penting; menerima aku dengan sepenuh cinta walau apapun kondisiku. Cinta yang tanpa pamrih dan tanpa syarat.
Untuk kedua putriku, aku juga sangat ingin menjadi seperti bapak dan ibuk. Menjadi orang tua yang benar-benar berfungsi sebagai orang tua. Tempat mengadu, berkeluh kesah, menumpahkan uneg-uneg, berdiskusi, curhat, memohon doa, memohon ridho...minta uang saku, minta dibelikan ini-itu, minta apapun....Aku ingin hanya kepada aku dan Mas Dony, Arum dan Dinda memusatkan segala yang terjadi dalam hidupnya saat ini. Agar kami bisa bersama-sama berpegangan tangan dan saling menguatkan menjalani segala yang sudah disuratkan olehNya.
Apapun yang mereka hadapi, aku berharap, hanya kepadaNya Arum-Dinda bersujud mohon ketenangan dan keluasan hati. Dan selanjutnya, hanya kepada kami -orang tuanya- mereka berbagi rasa...bukan kepada teman.
( Tulisan ini murni untuk aku dan anak-anakku, tanpa bermaksud meremehkan atau menyalahkan pendapat siapapun tentang 'ortu vs teman'. Karena menurutku; apa yang baik dan benar untuk orang lain belum tentu baik dan benar untuk aku.)