Kamis, 29 Desember 2011

KepadaMu... ( sebuah catatan hati di penghujung tahun )

KepadaMu...
kuhadapkan mukaku, penuh seribu satu haru
yang tak bisa kuurai satu persatu

kutengadahkan tanganku, penuh selaksa debu
yang tak bisa kubasuh dengan seluruh

kutundukkan hatiku, penuh gelora nafsu
yang tak mampu kuhela dari gemuruh

KepadaMu...
kukembalikan semua yang ada padaku 
biar Kau saja yang  menilai, lalu
kalau masih aku diberi waktu
kuharap itu adalah 
jalanMu...

***

Beberapa hari menjelang detik-detik pergantian tahun selalu menjadi moment istimewa buatku. Yang paling sering kulakukan adalah melamun panjang, memutar memori mundur jauh kebelakang, sambil berusaha merasakan lagi setiap kenangan yang pernah singgah dalam perjalanan hari-hariku. 

Tahun 2011 ini, adalah tahun terheboh yang pernah kurasakan -sepertinya setiap tahun selalu heboh :)-. Dimulai dari hiruk pikuk urusan pekerjaan, keluarga besar yang tidak henti-henti minta perhatian, anak-anak yang semakin pintar mengaduk-aduk emosiku, MD yang lagi puber kedua dan jadi romantis plus posesif banget, orang tua dan mertua sama-sama ingin didengarkan, dan teman-teman yang selalu membuat aku betah dan mau di telpon atau SMS berlama-lama. Semuanya, sungguh, membuat hari-hariku sepanjang tahun ini menjadi begitu berwarna.

Tapi ada juga daftar kegagalan lumayan panjang yang sempat aku catat, dan menjadi hutang di tahun depan. Antara lain; keinginanku untuk serius berlatih renang, dan memperbaiki tilawahku yang jauh dibawah Arum -bacaan qiro'ah Arum bagus banget-.

Nah, ini dia daftar rencana kegiatan yang semoga bisa terwujud di tahun 2012 -please, Pa...boleh ya Mama sibuk dikit- :
1. Les renang -lagi- dengan target satu gaya tiap tiga bulan. Jadi setahun lulus empat gaya, kupu-kupu, punggung, bebas, dan katak. Beberapa gaya sudah bisa tapi karena jarang berlatih jadi kurang mahir.
2. Ambil kursus tilawah. Kemarin sudah apply-apply di beberapa tempat, tapi selalu gagal karena kesibukan mendampingi suami ke luar kota.
3. Mendisiplinkan diri olah raga. Maklum, umur merambat senja, perlu lebih aware pada kesehatan dan penampilan. Rutin yoga lagi, aerobik lagi, latihan cardio lagi, dan yang paling penting jogging bareng MD setiap habis subuh.
4. Mendampingi Arum menjalani Unas 'dengan selamat dan sukses'.
5. Mem'push' suami untuk lebih serius menjalani program diet.
6. Dll

Semoga semua rencana bisa terwujud dan berjalan sesuai harapan. Akhir 2012 nanti, segalanya akan terjawab. Apakah aku cukup punya nyali dan kemauan untuk mewujudkan keinginan, atau semuanya hanya tinggal sebaris tulisan tidak berarti. Mari kita lihat...

***

Kamis, 22 Desember 2011

Kaleidoskop 2011 ala Mama

Januari 2011
Papa sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan pembukaan kebun kelapa sawit di Kalbar. Tambang fosfat sudah tidak diurusi lagi. Karena berbagai kendala, proyek sawit berjalan sangat lambat bahkan nyaris gagal. Arum-Dinda serius berlatih musik, dengan pengawasan mama sebagai satpam yang galak.

Februari 2011
Lagi-lagi Papa menemukan kesibukan baru, menjadi bendahara untuk sebuah asosiasi importir tingkat nasional. Rapat marathon tiap malam sampai dini hari. Beberapa kali terbang ke Pontianak mengurus kebun kelapa sawit. Mama ultah,  dapat hadiah cium dan peluk hangat dari seisi rumah .

Maret 2011
Arum ultah ke 14. Hadiahnya kamera Canon tipe terbaru, yang biasa dipakai para fotografer profesional. Saat itu juga dia memantapkan tekad bahwa ingin menimba ilmu sinematografi di  luar. Papa mendukung penuh -mama langsung mewek, membayangkan sepinya rumah tanpa si cantik-.

April 2011
Kesibukan Papa di asosiasi semakin padat. Pekerjaan rutin menumpuk. Klien baru terus berdatangan. Mama terbengong-bengong, karena seisi rumah pada sibuk masing-masing. Teman-teman SMP mama mengadakan reuni di rumah.

Mei 2011
Dinda semakin pesat kemajuannya dalam bermusik. Tanpa ragu dia bilang mau belajar musik klasik di Austria -negerinya Mozart- dan sekali lagi Papa mendukung. Mama tambah pilu...si centil mau keluar dari rumah juga ? lha terus mama sama siapa ? Mama menyibukkan diri nguntit Papa kemanapun pergi, mengurus bisnis sekalian jalan-jalan.

Juni 2011
Bude Ning pindah dari Pontianak ke Cirebon. Yangkung Rasyid dan Yangti Sri mulai berwacana tinggal di Surabaya. Papa langsung menyingsingkan lengan, "Rumah harus di renovasi total ". Sekeluarga terbang ke Pontianak untuk mempersiapkan kepindahan. Mampir Jakarta untuk merayakan ultah Dinda ke 8 di Kidzania.

Juli 2011
Papa ultah., acaranya  makan bersama dengan lebih dari dua puluh tukang yang merenovasi rumah. Dapat hadiah jam tangan mewah dari kolega, dan 'bom penuh cinta' dari mama. Negosiasi jadwal les untuk Arum dan Dinda -sekarang saatnya injak pedal gas, nak-

Agustus 2011
Persiapan safari panjang dengan membawa rombongan dari Pontianak. Mama ditunjuk sebagai EOnya...ya ngurus hotel, tiket, makan, destinasi wisata, sampai menemani ngobrol.Wis pokoknya cuapek pol. Rumah disulap jadi hotel deh, meskipun para bibik sudah pada pulang lebaran. Mama merangkap jadi bibik juga, sampai akhirnya KO dengan sukses...-tragis..-

September 2011
Ada kabar Tante Kiki pindah ke Malang bulan depan. Kepindahan Yangkung-Yangti ke rumah Jambangan Baru dipercepat, jadi renovasi juga dipercepat. Para tukang mulai bergeser masuk rumah dan naik ke lantai dua. Arum-Dinda mulai surut semangatnya latihan musik. Satpamnya semakin sering uring-uringan sambil sibuk mengelap debu tebal diatas drum dan piano.

Oktober 2011
Studio musik selesai dibuat, jadi tidak ada alasan lagi malas latihan . Menambah asisten baru untuk mengurus Yangkung-Yangti. Ternyata masalahnya banyak dan ruwet, sampai mama memutuskan bahwa asisten baru harus segera diganti. Pada saat bersamaan, asisten yang 'dihibahkan' pada Tante Kiki, sedang menghadapi masalah. Mama ikut kena getahnya...duh, sedihnya

November 2011
Papa menemukan kesibukan baru yang semakin menyita waktu; tambak udang dan tambang kalsium. Arum konsentrasi penuh mempersiapkan Unas, sedangkan Dinda sibuk menulis blog. Yangti mulai mengirim beberapa peti barang antik yang dihibahkan pada mama. Mulai berburu tiket liburan tahun baru ke Bali, sekalian mau nengok apartement yang di sewa  hampir delapan tahun lalu dan habis sewanya dua tahun lagi.

Desember 2011
Renovasi selesai, asisten baru sudah siap, dan Yangkung-Yangti resmi masuk ke rumah Jambangan Baru. Liburan tahun baru ke Bali batal, karena harus mengawal Yangkung-Yangti ke Cirebon. Ya sudah, tahun baru di Bandung saja. Sampai dapat kabar bahwa Arum-Dinda harus ikut konser tanggal 30 Desember dan 5 Januari. Yaa...tahun barunya di Surabaya deh.

***


Hari-hari di bulan Desember belum berakhir. Artinya masih akan ada banyak kejadian lagi ....

***

Rabu, 21 Desember 2011

Lingkaran Cinta Antara Nenek, Aku, Dan Ibuk

Kupersembahkan tulisan ini untuk nenekku, dan ibukku...dengan penuh hormat dan cinta. Selamat hari ibu...

***


Aku adalah sulung dari tiga bersaudara, setelah kakak perempuanku meninggal sewaktu bayi. Dari pihak bapak dan ibuk, aku juga cucu pertama untuk kakek-nenekku. Kami adalah keluarga sangat besar, karena ibukku sulung dengan sembilan adik, sedangkan bapak sulung dengan dua belas adik.

Karena cucu sulung, aku menjadi kesayangan keluarga, terutama nenekku dari pihak ibu. Menurut cerita ibuk, nenek adalah anak tunggal yang telah menjadi yatim piatu sejak kanak-kanak. Berbagai harta peninggalan almarhum orang tuanya tidak sanggup mengusir rasa kesepian yang kerap mendera. Mungkin itu sebabnya nenek menjadi pribadi yang aneh di mata banyak orang. Pendiam, tertutup, dan paling tidak mau menunjukkan perasaan, baik rasa benci, apalagi rasa sayang.

Meskipun begitu, kesan yang kutangkap jauh berbeda. Kalau aku menginap di sana saat masih kecil dulu, hampir setiap malam aku tidur ditemani nenek. Tangan ringkihnya akan memijit-mijit kepalaku pelan, sambil bertanya ini itu kepadaku dengan suaranya yang rendah dan nyaris tanpa ekspresi.

Dalam usia itu aku belum paham, bahwa nenek sedang berusaha menunjukkan perasaan sayangnya padaku. Itu adalah satu-satunya moment beliau berkomunikasi, sebab pagi harinya nenek akan menjelma kembali ke dalam pribadinya yang sebenarnya. 

Rupanya tipe kepribadian seperti ini menurun pada ibuk. Yang lekat di benakku tentang ibuk adalah seorang wanita tidak banyak bicara tapi sangat tegar dan tangguh. Kalau sekarang ibuk menjelma menjadi wanita paling cerewet yang pernah kukenal, mungkin itu karena kami, anak-anaknya, terlampau sering mengecewakan.

Aku, ibuk, dan nenek punya persamaan  unik. Kami bertiga sama-sama 'cancer survivor', meskipun nenek harus menyerah lebih dulu. Beliau wafat saat aku kelas 1 SMA setelah bertahun-tahun berjuang melawan kanker ovarium, yang belakangan diturunkan juga pada ibuk dan tanteku. Sepuluh tahun lalu, tanteku menyerah karena kanker serviks. Sedangkan ibuk, dengan ketegaran luar biasa, berhasil melawan kanker ovarium dan sehat wal afiat hingga detik ini.

Ibukku juga sama kakunya dengan nenek. Ibuk sulit menunjukkan perasaan sayang pada siapapun, seolah menyatakan 'aku sayang kamu' itu suatu dosa besar. Ekspresi tegas dan marah yang sering ditunjukkan, belakangan baru aku sadari sebagai cara beliau menyayangi dan memberi perhatian. Itu sebabnya aku dan dua adikku lebih dekat pada bapak, yang lembut, penyayang, dan mudah tersentuh.

Pada dua putriku, ibuk justru lebih bisa berbicara manis dan penuh pengertian. Mungkin memang seperti yang orang bilang, bahwa seorang nenek lebih sayang pada cucunya daripada anaknya. Arum-Dinda tampak lebih akrab dengan ibuk, dibandingkan aku sendiri dulu pada saat seusia mereka. Ibuk mengkhawatirkan Arum-Dinda lebih daripada mengkhawatirkan aku ketika aku mengalami hal yang sama puluhan tahun lalu.

Setelah hampir tiga puluh sembilan tahun, aku mulai dapat memahami betapa sebenarnya ibuk sangat mencintai dan menyayangiku. Aku mulai tersentuh dengan pesan-pesan beliau yang sekarang tidak lagi disampaikan dalam nada tegas. 

Kalau aku mohon doa karena sedang menghadapi banyak masalah, beliau akan bilang; "Kamu pikir apa yang ibuk lakukan setiap malam ? siapa yang ada dalam hati ibuk, dan apa yang paling ibuk inginkan sebelum ibuk meninggal ?" Sambil bilang begini biasanya air mata ibuk  mengalir, tapi tetap tidak ada kata 'ibuk sayang kamu, nak' yang sangat aku impikan. Ibuk punya cara sendiri untuk menyampaikan perasaannya.

***

Dari tadi itu, dari cerita yang muter-muter itu, aku sebenarnya hanya ingin bilang; terima kasih, buk. Semua marahmu, omelanmu, dan sikap tegasmu, adalah ungkapan sayang paling tulus yang pernah kuterima. Buk, aku sayang pada ibuk.

***

Rabu, 14 Desember 2011

Kayuh Biduk Dengan Iman, Rengkuh Samudra Dengan Ilmu...

--Tergerak untuk menulis setelah terlibat pembicaraan seru dengan seorang teman lama. Ceritamu, keluh kesahmu, semoga semakin mendewasakan. Satu hal yang harus kau tahu; Pernikahan yang indah dan abadi adalah hasil perjuangan dua hati. Bukan salah satu--

***

Kayuh biduk dengan iman, rengkuh samudra dengan ilmu.
Barisan kata di atas aku baca belasan tahun lalu, dalam sebuah buku saku Risalah Nikah yang kuperoleh ketika menghadiri pernikahan seorang teman. Siapa penulisnya, aku sudah lupa, terlebih isinya.

Aku hanya ingat intinya, bahwa apapun yang kita lakukan dalam kehidupan berumah tangga, harus selalu berlandaskan pada kepercayaan yang kita yakini. Dan setiap langkah kita menggapai impian harus diiringi dengan kesadaran, bahwa langkah itu membawa kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain.

Bagaimana dengan pernikahanku ? Apa yang terjadi dalam perjalanan kehidupan antara aku dan suami selama 16 tahun ini?  *membayangkan suami yang sedang jauh...kangen*

Saat ini aku dan MD sungguh bersyukur sudah sampai pada tahap 'saling membutuhkan dan saling merindukan' yang akut. Aku tidak bisa terlalu lama jauh darinya, karena itu akan membuat otakku beku, tidak bisa berpikir jernih. Aku selalu merindukan kehadirannya di sisiku. Terlebih lagi, MD itu sudah lebih dari sekedar suami buatku. Dia itu ibaratnya separuh nafasku. Tanpa dia aku tidak tahu apa jadinya diriku.

Bukan bermaksud GR, tapi aku melihat MD juga merasakan hal yang sama padaku. Betapa di balik kehebatannya di luar, dia sangat tergantung padaku. Tidak satupun keputusan-keputusan besar yang dia ambil, tanpa melibatkan aku dan mendengar pertimbanganku. Apalagi keputusan dan langkah-langkah kecil. Semua lahir dari kesepakatan kami berdua, baik itu menyangkut keluarga maupun pekerjaan.

Sebagai ibu rumah tangga penuh, aku seringkali  minder dan merasa tidak berarti. Karena semua kebutuhan keluarga kami, menjadi tanggung jawab penuh suamiku. Pagi saat suami keluar rumah untuk menjalankan aktifitasnya, aku merasa saat itulah aku berada di titik terendah; aku di rumah berkutat dengan urusan domestik, sementara suami di luar melihat 'pemandangan indah'.

What can I do ?
Jelek-jelek begini aku sarjana lho. Aku boleh saja tetap di rumah, tapi  tidak mau dong kalau aku menjadi 'bukan siapa-siapa'. He..he.. jadi curhat nih. Untungnya MD tanggap pada kegelisahanku, kerinduanku untuk beraktifitas lagi dan mengeksplore semua kemampuan yang aku miliki.

Berbekal restu suami, aku mulai sedikit demi sedikit merintis aktifitas di luar rumah. Bergiat pada berbagai kegiatan di sekolah anak-anakku, memulai bisnis kecil-kecilan, sesekali olah-raga, dan yang paling mengasyikkan adalah bertemu lagi dengan teman-teman lama untuk membicarakan berbagai hal -bukan bergosip lho..-.

Untuk semua yang aku lakukan itu, MD hanya mengajukan satu syarat; ingat tugas dan kewajiban. Artinya, sesibuk apapun aku di luar, ketika rumah dan keluarga memanggil maka itulah saatnya aku harus ada sepenuhnya untuk mereka; suami dan anak-anakku. Sepenting apapun keberadaanku untuk orang-orang di luar rumah, prioritasku tetap sama yaitu MD, Arum dan Dinda.

Satu lagi yang paling penting -MD wanti-wanti betul tentang ini- jangan pernah sedetikpun lupa diri, selalu bentengi diri dengan iman. Ingat bahwa apapun yang kita lakukan selalu akan berdampak, kalau melakukan hal positif dampaknya juga positif, dan begitu pula sebaliknya. Mungkin ini maksud dari kalimat diatas; kayuh biduk dengan iman.

Kalau dibilang aku melakukan semua aktifitas itu sekedar untuk mengisi waktu, tentu salah. Tidak banyak merubah kondisi finansial keluarga memang, tapi coba lihat bagaimana semuanya itu membawa pengaruh untukku. Pada sesi Parenting Skill di sekolah, aku mendapat banyak masukan dan wacana baru tentang cara cerdas menghadapi anak-anak. Lalu dalam bisnisku yang kata MD ancurr abess, aku belajar ilmu ekonomi secara live, menempa diri menjadi lebih struggle dan berpikir lebih realistis.

Pointnya adalah; kehidupan ini ibarat samudra maha luas yang harus kita arungi, mau-tidak mau, suka atau tidak suka. Bagaimana kita bisa selamat sampai dermaga kalau tanpa bantuan  peralatan, dan  pengetahuan tentang  cara menyiasati ganasnya badai dan gelombang ?
Peralatannya adalah iman, pengetahuannya adalah ilmu tentang hidup.

***
Tulisan kadaluwarsa, yang semoga tetap up to date.



Sabtu, 10 Desember 2011

Ternyata...Semua Orang Mementingkan Diri Sendiri

Ada dua tipe orang yang mementingkan diri sendiri;

Pertama : orang yang selalu meminta dan menuntut, tanpa mau memberi dan memikirkan orang lain.  Ini yang di sebut egois.

Kedua   : orang yang mementingkan diri sendiri dengan cara mementingkan orang lain. Misalnya nih, kita memberi sedekah untuk orang lain, pada dasarnya kita sedang mementingkan diri sendiri. Karena kita melakukannya dengan niat untuk mendapat kebaikan bagi diri sendiri.
               
Nah, lho...kita termasuk yang mana ? 

Jumat, 09 Desember 2011

Curhatan Dari Para Sahabatku

Pernahkah terlintas dalam pikiran kita, betapa sepi hidup ini tanpa teman-teman dan sahabat ? Aku tidak pernah membayangkannya, sampai aku mengalami banyak kejadian tak terduga dalam beberapa minggu terakhir. Bukan dengan sahabat dalam arti sesungguhnya, karena pada kenyataannya aku hanya mengenal orang-orang ini sepintas lalu. Tapi aku tidak menduga mereka mengartikan 'lebih'.

Suatu siang aku mampir ke warung rujak cingur kesukaan MD. Sudah beberapa bulan ini warung itu tutup tanpa aku tahu apa sebabnya. Begitu melihat aku, si ibu penjual rujak langsung menyambut, 
"Mbak...kok lama gak mampir kesini. Saya kangen. Saya kepingin cerita-cerita banyak lho...Saya kan habis sakit, kena stroke".
Weh ?? Baru ini dikangenin penjual rujak :)

"Kok bisa sampai stroke, gimana ceritanya, Buk ?" tanyaku antusias.
Lalu dari mulut si ibu penjual rujak meluncurlah cerita seru tentang asal muasal serangan strokenya. Mulai dari resahnya si ibu karena putri sulungnya tidak kunjung mendapatkan jodoh, padahal semua adiknya sudah menikah. Sampai ending yang bahagia karena akhirnya putrinya menemukan juga tambatan hati yang sangat pantas menurut si ibu. Dan berakhirlah riwayat serangan stroke itu.

Aku ikut lega mendengarnya. Sambil menyerahkan dua bungkus rujak cingur pesananku, si ibu berkata sambil tersenyum,
"Akhir Desember kawinan anak saya dirayakan mertuanya besar-besaran. Nanti mbaknya kesini saya tunjukkan fotonya, ya..".
Aku hanya bisa membalas senyumnya dengan tulus, karena si ibu hanya mengenalku sebagai  'mbak yang rumahnya dekat Unmer'  :)

Ada lagi seorang ibu tukang permak jeans yang mangkal di depan Indomaret. Aku sering menggunakan jasanya untuk sekedar memasang badge di kerudung Arum-Dinda, menjahit celana pendek MD yang sering sobek, atau menisik jeansku yang compang-camping di sana-sini karena aktifitasku. Pernah aku tidak datang padanya selama beberapa bulan. Ketika aku muncul sambutannya sungguh di luar dugaan. Begitu urusanku selesai, dia terang-terangan mencegah aku pergi karena masih ingin cerita-cerita.

"Mbak, sampeyan inget gak orang yang saya ceritakan dulu itu ? Teman suami saya yang mandor pembangunan Masjid Agung itu lho..."  bla...bla...bla...
Lalu dia mulai bercerita tentang suaminya dan pengkhianatan temannya yang -konon- sangat melukai hati suaminya, dan membuat si suami 'mutung', tidak mau lagi bekerja di tempat lama. Akibatnya dia harus bekerja ekstra keras untuk menutupi biaya hidup yang selama ini dipikul berdua dengan sang suami. 

"Tapi sekarang saya sudah lega mbak. Gusti Allah tidak sareh. Setiap perbuatan, baik atau buruk, pasti ada balasannya. Iya toh, mbak..." katanya bijak.
Lagi-lagi aku tertegun, betapa ia begitu percaya menceritakan 'rahasia dapur' keluarganya padaku. Aku tidak banyak berkomentar, karena aku sadar ibu ini tidak butuh saran dan masukan. Ia hanya butuh seseorang dengan sepasang telinga yang sudi mendengarkan, dan Alhamdulillah aku bisa membantunya.
Aku tidak tahu siapa nama ibu ini, dan kukira ia pun hanya mengenalku sebagai 'mbak yang naik mobil putih'.

Sebenarnya masih banyak 'sahabat-sahabatku' yang lain. Ada bapak penjual sate ayam di pertigaan , ada bapak pemilik stand bunga di dekat rel kereta api, ada ibu penjual nasi jagung di pasar, ada juga ibu penjual bebek goreng di lapangan Karah, dan masih banyak lagi. Mereka semua tidak tahu namaku -karena memang tidak pernah bertanya-, mereka juga tidak tahu siapa aku dan di mana aku tinggal. Kupikir itu lebih baik, karena dengan begitu kami bisa berteman dengan tulus. Dan yang paling membahagiakan aku, aku melihat kelegaan yang nyata setelah mereka curhat padaku, orang yang sebenarnya tidak mereka kenal.

Kamis, 08 Desember 2011

Pak Tua Berhape Qwerty

Tadi pagi dapat tugas dari MD untuk mengantar Arum-Dinda ke sekolah, karena MD harus membawa bapak mertua ke pengobatan alternatif pukul 5 habis subuh. Karena berhasil 'ready to go' lebih awal dari biasa, aku lebih santai; naik motor menikmati udara pagi.

Sekolah anakku yang terletak di sebuah kawasan cukup elite, sudah bisa di tebak jadi langganan macet tiap pagi. Untungnya kami naik motor, jadi bisa menyusup di sela-sela deretan ratusan mobil yang semuanya ingin berhenti tepat di depan pintu gerbang sekolah. Setelah kedua anakku masuk, aku menepikan motor dan memarkirnya di pojok dekat pos satpam sekolah, lalu duduk memandangi semua kesibukan yang kelihatan  menarik di mataku.

Diantara begitu banyak orang berlalu-lalang, tampak seorang bapak sepuh yang dari pakaiannya aku menduga ia seorang peminta-minta. Bapak ini tubuhnya ringkih, dengan tangan dan kaki berbalut daging tipis sehingga tulang-tulangnya menonjol. Samar-samar aku ingat, bapak tua ini adalah pengemis yang biasa mangkal di jalan tembus sebelah kantor Jawa Pos Karah Agung, duduk bersandar di dinding dengan mata terpejam dan tangan menengadah.

Beberapa waktu yang lalu, tiap kali pulang dari pasar, aku sengaja memutar ke jalan tembus itu untuk sekedar berbagi sebungkus nasi, air mineral, dan sebutir jeruk untuk pak tua ini. Atau di lain kesempatan aku melihat ada orang lain yang juga memberikan sebuah bungkusan dan mengangsurkan beberapa helai uang ribuan ke tangannya.

Suatu ketika aku dan Mbak Imel sengaja membawakan untuknya sebuah bingkisan, mewakili ibu-ibu Komite Sekolah . Dari kejauhan tampak pak tua sibuk meletakkan tangannya ke dekat telinga, seperti orang sedang menelpon. 
"Si Bapak lagi nelpon siapa ya ?", tanyaku penasaran.
"Anaknya kali, atau istrinya", kata Mbak Imel. Temanku satu ini top banget positif thinking-nya.
"Serius amat. Paling dia mesen-mesen ke istrinya; hati-hati di rumah, jaga diri baik-baik, jangan lupa masak sayur kesukaanku, jangan lupa bikin kopi kalau aku pulang nanti sore. Paling gitu ya", aku menebak-nebak.
"Emang istrinya kayak sampeyan, yang mesti harus dipesenin ini-itu...", jawab Mbak Imel sadis.

Pak tua buru-buru mengakhiri pembicaraan yang tampaknya asyik, begitu kami berdiri di depannya. Aku bengong dan kehilangan kata-kata. Dari cara bicaranya, dari isi pembicaraannya -yang sempat aku tangkap beberapa potong- sama sekali tidak 'match' dengan penampilan dan 'profesi' yang sedang ia jalani. Yang paling menyita perhatianku adalah hapenya. Tampak masih baru, mengkilap, dan...lho itu kan Black**** !! 

"Alamak, hapenya keren banget. Qwerty bo'...ha..ha..ha..", Mbak Imel terbahak-bahak. Tanpa sadar aku memandang hape sederhana yang ada di genggaman tanganku. Jauh banget sama punya si bapak tua. Jadi ikut tertawa juga, karena aku yang merekomendasikan bapak tua ini untuk menerima bingkisan Baksos dari sekolah. Ada-ada saja !

Dalam perjalanan pulang aku hanya bisa bergumam, "Aku enggak bakal pakai BB yang kayak gitu. Ada yang ngembarin sih..". 
Komentar Mbak Imel lebih tajam lagi, " Bapak itu lebih butuh duit buat beli pulsa daripada buat beli makanan, kayaknya". 
Whatever will be...yang penting niat kami berbagi  ikhlas dan tulus. Sisanya, terserah deh...



Kutipan # 5

When a person cries
and the first drop of tears
comes from the right eye, 
its mean happines.
But when the first roll
is from the left,
its pain...


*kemarin nangis keluar dari sebelah mana dulu ya ?...*

Senin, 05 Desember 2011

Mewek Lagheee...

Apa yang bisa dilakukan kalau hati sedang gundah ? Seperti ada sesuatu dalam dada yang menyesakkan, meremuk-redamkan dan mencabik  perasaan -bombastis..-. Kalau aku, tidak ada lain kecuali...mewek! Herannya tandon air mataku kok ya tidak pernah kering.

Aku sudah bertekad, tahun depan tidak boleh mewekan lagi. Meskipun itu artinya aku harus lebih menebalkan muka, membekukan perasaan, dan bahkan.....ck..ck..ck...kedengarannya jelek sekali ya. Apa tidak ada cara lain ? 

Padahal, menurutku, menangis itu penting untuk pelepasan beban psikologis. Karena setelah aktifitas yang menguras emosi itu kita akan kembali ke 'titik nol', plong, enteng. Aku sendiri sudah membuktikan :)) Kalau menghadapi sesuatu yang membuat aku 'terbanting' tanpa bisa kutahan pasti langsung keluar air mata, minimal menangis bombay tanpa suara.

Seperti sekarang, rasanya mau nangis tapi kok ya yang keluar malah tertawa. Point bagus ?...tunggu dulu. Nangisnya disimpan, dikumpulkan, dan diakumulasi, biar pas meletus efeknya terasa. Ah nggak sih...bercanda :)) Sesedih-sedihnya aku paling nangisnya cuma hitungan menit, untuk kemudian logikaku kembali hidup dan langsung tancap gas. Life must go on !... 


Sabtu, 03 Desember 2011

I Love Myself Just The Way I Am....

Beberapa minggu lagi tahun 2011 berakhir. Perasaan kok cepat sekali ya, seperti baru kemarin kami menghabiskan malam pergantian tahun dengan pesta kembang api, dan sekarang malam pergantian tahun berikutnya sudah di depan mata. Jadi merinding waktu aku sadar, bahwa secepat itu pulalah usiaku mengalir. 

Masih jelas dalam ingatan saat pertama kali aku masuk sekolah pada usia 4 tahun. Lalu beberapa tahun kemudian memakai seragam SD, menjadi murid terkecil di kelas dan selalu jadi korban keusilan teman-teman.  Pulang sekolah sambil menangis, sudah tidak aneh lagi buat ibukku. Beliau cuma bilang, " Kalau besok masih pulang sambil menangis, lusa dan seterusnya tidak usah sekolah." Diultimatum begitu, sekuat tenaga aku putar otak mengatasi gangguan teman-teman, dan berhasil.   

Lalu berbagai peristiwa berkelebat silih-berganti dalam ingatanku. Sambung menyambung, runtut, dan berwarna-warni. Akhirnya... disinilah aku sekarang. Seorang ibu dari dua permata -sebenarnya tiga, kalau saja jagoan kami tidak keburu diambilNya- , istri dari wirausaha sukses yang tetap rendah hati, dan teman bagi siapapun  yang membutuhkan sepasang telinga untuk mendengar keluh-kesah.

Kadang terbersit juga betapa secara fisik aku sudah jauh berubah, meskipun secara mental aku merasa semakin baik dari hari ke hari. Lihat saja, bobot tubuhku sudah melonjak 25 kg dari waktu menikah 16 tahun lalu. Gurat-gurat usia yang terpahat di wajahku, adalah harga yang harus aku bayar untuk setiap kedewasaan dan kebijaksanaan yang aku punya. Begitu juga dengan helai-helai uban yang tumbuh tanpa henti di kepala, adalah ganjaran untuk setiap moment indah yang bertaburan di sepanjang usiaku.

Suatu ketika aku pernah menyampaikan keinginan pada MD untuk mereparasi total penampakanku saat ini -penampakan ?...emang hantu-. MD melarang keras. Keputusan yang sangat aku syukuri pada akhirnya. Jauh setelah pembicaraan kami itu, aku baru sadar bahwa sesuatu yang tampak indah di luar belum tentu sama indahnya juga dengan yang di dalam. 

MD menolak lipposuct alias sedot lemak untuk badanku yang melar. Sebagai gantinya dia mendatangkan alat fitness ke rumah, dan membeli CD kebugaran  dari berbagai versi. Waktu aku risau dengan semburat putih di rambutku, dengan enteng dia menganjurkan aku mengecat rambut dengan warna merah dan sesudahnya aku selalu harus melepas kerudung di dalam rumah agar ia dapat melihat 'rambut artis'.

Dari sentilan-sentilan kecil itu aku sadar bahwa seiring usia bertambah maka fisik kita juga akan berubah. Ini adalah hukum alam, yang kalau dipahami dan di terima dengan hati bersih akan terasa sangat indah. Sungguh tidak lucu, kukira, kalau aku bertambah matang secara emosi tapi tampangku tetap secantik Arum. Atau, aku sudah semapan ini tapi badan masih setipis ABG. Bisa-bisa suamiku dikira tidak bisa memberi makan aku dengan layak

Aku bersyukur tidak terlambat menyadari, bahwa apapun yang aku punya saat ini, bagaimanapun kondisiku saat ini, adalah yang terbaik untukku. Aku bersyukur terlahir normal dan sehat -terima kasih tanganku, kakiku, seluruh anggota tubuhku-. aku bersyukur tetap bisa beraktifitas normal, tetap sehat dan bugar meskipun wajah tidak semulus artis Hollywood -Angelina Jolie, kan cantik banget :)- dan tubuh tidak seramping dua puluh tahun lalu. Ahhh....aku sangat bersyukur dengan apa adanya diriku. I love myself just the way I am...