...
Baru saja membuka Qur'an setelah shalat maghrib dengan mata sepet menahan kantuk, tiba-tiba hape berbunyi;
"Bisa kesini nggak ?..hiks..hiks..hiks.." Naning tersedu-sedu di ujung telepon.
"Ada apa?...Kevo?..Kano?..", aku ikutan panik.
"Enggak. Ibuk...!", semburnya dengan nada yang jelas kelihatan kalau sedang marah.
Seketika aku lega. Sedikit lega, karena bukan tentang dua ponakanku yang hiperaktif. Tadinya aku kira dua jagoan ini kenapa-napa seperti yang biasa terjadi; nyosop dari sepeda, terjun bebas dari teras yang tinggi, nyemplung kali berlumpur, dan sederet 'keajaiban' lainnya.
"Pa, ke sebelah dulu ya...menjalankan kewajiban nih. Bener kan yang aku bilang siang tadi..", kataku sambil nyengir ke MD. Tadi siang mataku kedutan parah. Aku bilang pada MD, barangkali ada seseorang yang merindukan aku, eh ternyata beneran..:)
...
Naning, adikku, entah menurun dari siapa, punya watak yang sedikit berbeda dari aku. Dan parahnya itu membuat ia selalu berseberangan dengan ibuk, padahal ia yang paling intens berinteraksi. Dua anaknya pun lengket sama ibuk.
Ribut-ribut yang berakhir dengan hujan air mata dari kedua belah pihak adalah makananku sejak lama. Padahal akar masalahnya selalu sangat sepele; soal pembantu yang tidak cekatan menurut ibuk, soal rumah Naning yang kata ibuk seperti kapal pecah, soal Naning yang 'tidak seperti mbak Utut'...dan hal-hal remeh semacam itu.
...
"Bik Mif pulang besok pagi. Gara-gara ibuk...hiks..hiks..hiks...aku capeeek.."' katanya sambil menyurukkan kepalanya di pangkuanku.
Yaa, kejadian lagi deh. Ini adalah pembantu keempat adikku yang minta pulang, karena tidak tahan menghadapi ibukku tercinta yang cerewet plus perfeksionis. Kebayang nggak sih, aku yang tidak tahu menahu ikut bingung, resah memikirkan siapa yang membantu ibuk dan dua ponakanku menjalani hari-hari mereka yang heboh.
Beruntungnya aku, selama sembilan tahun bertahan dengan pembantu dan crew yang sama.
Kembali ke Naning; aku sudah terlatih untuk mengendalikan diri dalam situasi apapun. Jadi menghadapi tangis jengkelnya yang heboh, aku tetap tenang. Sampai satu setengah jam kemudian, setelah ia menumpahkan semua uneg-unegnya, ia sudah bisa ketawa-ketawa menceritakan kejadian lucu di sekolah tempatnya mengajar.
Tugasku tinggal satu; menenangkan ibuk. Tapi itu bisa menunggu barang dua-tiga hari lagi sampai ibuk agak reda marahnya. Aku tahu persis karakter ibuk, jadi aku harus pandai 'memainkan kartu' kalau tidak ingin suasana bertambah tegang.
...
Ah...kalian orang-orang yang aku cintai. Apapun yang terjadi dan kita alami bersama, aku harap itu hanya ada dalam kenangan indah kita. Kita tidak pernah benar-benar bisa saling marah dan benci bukan ?! Karena dalam diri kami, anak-anak ibuk, ada darah ibuk mengalir deras disana.
...
Hari ini Naning dan ibuk nggak ada mesra-mesranya...hehehe...tapi aku yakin itu tidak akan bertahan lama. Karena bagaimanapun mereka berdua saling menyayangi.