Kamis, 29 Desember 2011

KepadaMu... ( sebuah catatan hati di penghujung tahun )

KepadaMu...
kuhadapkan mukaku, penuh seribu satu haru
yang tak bisa kuurai satu persatu

kutengadahkan tanganku, penuh selaksa debu
yang tak bisa kubasuh dengan seluruh

kutundukkan hatiku, penuh gelora nafsu
yang tak mampu kuhela dari gemuruh

KepadaMu...
kukembalikan semua yang ada padaku 
biar Kau saja yang  menilai, lalu
kalau masih aku diberi waktu
kuharap itu adalah 
jalanMu...

***

Beberapa hari menjelang detik-detik pergantian tahun selalu menjadi moment istimewa buatku. Yang paling sering kulakukan adalah melamun panjang, memutar memori mundur jauh kebelakang, sambil berusaha merasakan lagi setiap kenangan yang pernah singgah dalam perjalanan hari-hariku. 

Tahun 2011 ini, adalah tahun terheboh yang pernah kurasakan -sepertinya setiap tahun selalu heboh :)-. Dimulai dari hiruk pikuk urusan pekerjaan, keluarga besar yang tidak henti-henti minta perhatian, anak-anak yang semakin pintar mengaduk-aduk emosiku, MD yang lagi puber kedua dan jadi romantis plus posesif banget, orang tua dan mertua sama-sama ingin didengarkan, dan teman-teman yang selalu membuat aku betah dan mau di telpon atau SMS berlama-lama. Semuanya, sungguh, membuat hari-hariku sepanjang tahun ini menjadi begitu berwarna.

Tapi ada juga daftar kegagalan lumayan panjang yang sempat aku catat, dan menjadi hutang di tahun depan. Antara lain; keinginanku untuk serius berlatih renang, dan memperbaiki tilawahku yang jauh dibawah Arum -bacaan qiro'ah Arum bagus banget-.

Nah, ini dia daftar rencana kegiatan yang semoga bisa terwujud di tahun 2012 -please, Pa...boleh ya Mama sibuk dikit- :
1. Les renang -lagi- dengan target satu gaya tiap tiga bulan. Jadi setahun lulus empat gaya, kupu-kupu, punggung, bebas, dan katak. Beberapa gaya sudah bisa tapi karena jarang berlatih jadi kurang mahir.
2. Ambil kursus tilawah. Kemarin sudah apply-apply di beberapa tempat, tapi selalu gagal karena kesibukan mendampingi suami ke luar kota.
3. Mendisiplinkan diri olah raga. Maklum, umur merambat senja, perlu lebih aware pada kesehatan dan penampilan. Rutin yoga lagi, aerobik lagi, latihan cardio lagi, dan yang paling penting jogging bareng MD setiap habis subuh.
4. Mendampingi Arum menjalani Unas 'dengan selamat dan sukses'.
5. Mem'push' suami untuk lebih serius menjalani program diet.
6. Dll

Semoga semua rencana bisa terwujud dan berjalan sesuai harapan. Akhir 2012 nanti, segalanya akan terjawab. Apakah aku cukup punya nyali dan kemauan untuk mewujudkan keinginan, atau semuanya hanya tinggal sebaris tulisan tidak berarti. Mari kita lihat...

***

Kamis, 22 Desember 2011

Kaleidoskop 2011 ala Mama

Januari 2011
Papa sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan pembukaan kebun kelapa sawit di Kalbar. Tambang fosfat sudah tidak diurusi lagi. Karena berbagai kendala, proyek sawit berjalan sangat lambat bahkan nyaris gagal. Arum-Dinda serius berlatih musik, dengan pengawasan mama sebagai satpam yang galak.

Februari 2011
Lagi-lagi Papa menemukan kesibukan baru, menjadi bendahara untuk sebuah asosiasi importir tingkat nasional. Rapat marathon tiap malam sampai dini hari. Beberapa kali terbang ke Pontianak mengurus kebun kelapa sawit. Mama ultah,  dapat hadiah cium dan peluk hangat dari seisi rumah .

Maret 2011
Arum ultah ke 14. Hadiahnya kamera Canon tipe terbaru, yang biasa dipakai para fotografer profesional. Saat itu juga dia memantapkan tekad bahwa ingin menimba ilmu sinematografi di  luar. Papa mendukung penuh -mama langsung mewek, membayangkan sepinya rumah tanpa si cantik-.

April 2011
Kesibukan Papa di asosiasi semakin padat. Pekerjaan rutin menumpuk. Klien baru terus berdatangan. Mama terbengong-bengong, karena seisi rumah pada sibuk masing-masing. Teman-teman SMP mama mengadakan reuni di rumah.

Mei 2011
Dinda semakin pesat kemajuannya dalam bermusik. Tanpa ragu dia bilang mau belajar musik klasik di Austria -negerinya Mozart- dan sekali lagi Papa mendukung. Mama tambah pilu...si centil mau keluar dari rumah juga ? lha terus mama sama siapa ? Mama menyibukkan diri nguntit Papa kemanapun pergi, mengurus bisnis sekalian jalan-jalan.

Juni 2011
Bude Ning pindah dari Pontianak ke Cirebon. Yangkung Rasyid dan Yangti Sri mulai berwacana tinggal di Surabaya. Papa langsung menyingsingkan lengan, "Rumah harus di renovasi total ". Sekeluarga terbang ke Pontianak untuk mempersiapkan kepindahan. Mampir Jakarta untuk merayakan ultah Dinda ke 8 di Kidzania.

Juli 2011
Papa ultah., acaranya  makan bersama dengan lebih dari dua puluh tukang yang merenovasi rumah. Dapat hadiah jam tangan mewah dari kolega, dan 'bom penuh cinta' dari mama. Negosiasi jadwal les untuk Arum dan Dinda -sekarang saatnya injak pedal gas, nak-

Agustus 2011
Persiapan safari panjang dengan membawa rombongan dari Pontianak. Mama ditunjuk sebagai EOnya...ya ngurus hotel, tiket, makan, destinasi wisata, sampai menemani ngobrol.Wis pokoknya cuapek pol. Rumah disulap jadi hotel deh, meskipun para bibik sudah pada pulang lebaran. Mama merangkap jadi bibik juga, sampai akhirnya KO dengan sukses...-tragis..-

September 2011
Ada kabar Tante Kiki pindah ke Malang bulan depan. Kepindahan Yangkung-Yangti ke rumah Jambangan Baru dipercepat, jadi renovasi juga dipercepat. Para tukang mulai bergeser masuk rumah dan naik ke lantai dua. Arum-Dinda mulai surut semangatnya latihan musik. Satpamnya semakin sering uring-uringan sambil sibuk mengelap debu tebal diatas drum dan piano.

Oktober 2011
Studio musik selesai dibuat, jadi tidak ada alasan lagi malas latihan . Menambah asisten baru untuk mengurus Yangkung-Yangti. Ternyata masalahnya banyak dan ruwet, sampai mama memutuskan bahwa asisten baru harus segera diganti. Pada saat bersamaan, asisten yang 'dihibahkan' pada Tante Kiki, sedang menghadapi masalah. Mama ikut kena getahnya...duh, sedihnya

November 2011
Papa menemukan kesibukan baru yang semakin menyita waktu; tambak udang dan tambang kalsium. Arum konsentrasi penuh mempersiapkan Unas, sedangkan Dinda sibuk menulis blog. Yangti mulai mengirim beberapa peti barang antik yang dihibahkan pada mama. Mulai berburu tiket liburan tahun baru ke Bali, sekalian mau nengok apartement yang di sewa  hampir delapan tahun lalu dan habis sewanya dua tahun lagi.

Desember 2011
Renovasi selesai, asisten baru sudah siap, dan Yangkung-Yangti resmi masuk ke rumah Jambangan Baru. Liburan tahun baru ke Bali batal, karena harus mengawal Yangkung-Yangti ke Cirebon. Ya sudah, tahun baru di Bandung saja. Sampai dapat kabar bahwa Arum-Dinda harus ikut konser tanggal 30 Desember dan 5 Januari. Yaa...tahun barunya di Surabaya deh.

***


Hari-hari di bulan Desember belum berakhir. Artinya masih akan ada banyak kejadian lagi ....

***

Rabu, 21 Desember 2011

Lingkaran Cinta Antara Nenek, Aku, Dan Ibuk

Kupersembahkan tulisan ini untuk nenekku, dan ibukku...dengan penuh hormat dan cinta. Selamat hari ibu...

***


Aku adalah sulung dari tiga bersaudara, setelah kakak perempuanku meninggal sewaktu bayi. Dari pihak bapak dan ibuk, aku juga cucu pertama untuk kakek-nenekku. Kami adalah keluarga sangat besar, karena ibukku sulung dengan sembilan adik, sedangkan bapak sulung dengan dua belas adik.

Karena cucu sulung, aku menjadi kesayangan keluarga, terutama nenekku dari pihak ibu. Menurut cerita ibuk, nenek adalah anak tunggal yang telah menjadi yatim piatu sejak kanak-kanak. Berbagai harta peninggalan almarhum orang tuanya tidak sanggup mengusir rasa kesepian yang kerap mendera. Mungkin itu sebabnya nenek menjadi pribadi yang aneh di mata banyak orang. Pendiam, tertutup, dan paling tidak mau menunjukkan perasaan, baik rasa benci, apalagi rasa sayang.

Meskipun begitu, kesan yang kutangkap jauh berbeda. Kalau aku menginap di sana saat masih kecil dulu, hampir setiap malam aku tidur ditemani nenek. Tangan ringkihnya akan memijit-mijit kepalaku pelan, sambil bertanya ini itu kepadaku dengan suaranya yang rendah dan nyaris tanpa ekspresi.

Dalam usia itu aku belum paham, bahwa nenek sedang berusaha menunjukkan perasaan sayangnya padaku. Itu adalah satu-satunya moment beliau berkomunikasi, sebab pagi harinya nenek akan menjelma kembali ke dalam pribadinya yang sebenarnya. 

Rupanya tipe kepribadian seperti ini menurun pada ibuk. Yang lekat di benakku tentang ibuk adalah seorang wanita tidak banyak bicara tapi sangat tegar dan tangguh. Kalau sekarang ibuk menjelma menjadi wanita paling cerewet yang pernah kukenal, mungkin itu karena kami, anak-anaknya, terlampau sering mengecewakan.

Aku, ibuk, dan nenek punya persamaan  unik. Kami bertiga sama-sama 'cancer survivor', meskipun nenek harus menyerah lebih dulu. Beliau wafat saat aku kelas 1 SMA setelah bertahun-tahun berjuang melawan kanker ovarium, yang belakangan diturunkan juga pada ibuk dan tanteku. Sepuluh tahun lalu, tanteku menyerah karena kanker serviks. Sedangkan ibuk, dengan ketegaran luar biasa, berhasil melawan kanker ovarium dan sehat wal afiat hingga detik ini.

Ibukku juga sama kakunya dengan nenek. Ibuk sulit menunjukkan perasaan sayang pada siapapun, seolah menyatakan 'aku sayang kamu' itu suatu dosa besar. Ekspresi tegas dan marah yang sering ditunjukkan, belakangan baru aku sadari sebagai cara beliau menyayangi dan memberi perhatian. Itu sebabnya aku dan dua adikku lebih dekat pada bapak, yang lembut, penyayang, dan mudah tersentuh.

Pada dua putriku, ibuk justru lebih bisa berbicara manis dan penuh pengertian. Mungkin memang seperti yang orang bilang, bahwa seorang nenek lebih sayang pada cucunya daripada anaknya. Arum-Dinda tampak lebih akrab dengan ibuk, dibandingkan aku sendiri dulu pada saat seusia mereka. Ibuk mengkhawatirkan Arum-Dinda lebih daripada mengkhawatirkan aku ketika aku mengalami hal yang sama puluhan tahun lalu.

Setelah hampir tiga puluh sembilan tahun, aku mulai dapat memahami betapa sebenarnya ibuk sangat mencintai dan menyayangiku. Aku mulai tersentuh dengan pesan-pesan beliau yang sekarang tidak lagi disampaikan dalam nada tegas. 

Kalau aku mohon doa karena sedang menghadapi banyak masalah, beliau akan bilang; "Kamu pikir apa yang ibuk lakukan setiap malam ? siapa yang ada dalam hati ibuk, dan apa yang paling ibuk inginkan sebelum ibuk meninggal ?" Sambil bilang begini biasanya air mata ibuk  mengalir, tapi tetap tidak ada kata 'ibuk sayang kamu, nak' yang sangat aku impikan. Ibuk punya cara sendiri untuk menyampaikan perasaannya.

***

Dari tadi itu, dari cerita yang muter-muter itu, aku sebenarnya hanya ingin bilang; terima kasih, buk. Semua marahmu, omelanmu, dan sikap tegasmu, adalah ungkapan sayang paling tulus yang pernah kuterima. Buk, aku sayang pada ibuk.

***

Rabu, 14 Desember 2011

Kayuh Biduk Dengan Iman, Rengkuh Samudra Dengan Ilmu...

--Tergerak untuk menulis setelah terlibat pembicaraan seru dengan seorang teman lama. Ceritamu, keluh kesahmu, semoga semakin mendewasakan. Satu hal yang harus kau tahu; Pernikahan yang indah dan abadi adalah hasil perjuangan dua hati. Bukan salah satu--

***

Kayuh biduk dengan iman, rengkuh samudra dengan ilmu.
Barisan kata di atas aku baca belasan tahun lalu, dalam sebuah buku saku Risalah Nikah yang kuperoleh ketika menghadiri pernikahan seorang teman. Siapa penulisnya, aku sudah lupa, terlebih isinya.

Aku hanya ingat intinya, bahwa apapun yang kita lakukan dalam kehidupan berumah tangga, harus selalu berlandaskan pada kepercayaan yang kita yakini. Dan setiap langkah kita menggapai impian harus diiringi dengan kesadaran, bahwa langkah itu membawa kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain.

Bagaimana dengan pernikahanku ? Apa yang terjadi dalam perjalanan kehidupan antara aku dan suami selama 16 tahun ini?  *membayangkan suami yang sedang jauh...kangen*

Saat ini aku dan MD sungguh bersyukur sudah sampai pada tahap 'saling membutuhkan dan saling merindukan' yang akut. Aku tidak bisa terlalu lama jauh darinya, karena itu akan membuat otakku beku, tidak bisa berpikir jernih. Aku selalu merindukan kehadirannya di sisiku. Terlebih lagi, MD itu sudah lebih dari sekedar suami buatku. Dia itu ibaratnya separuh nafasku. Tanpa dia aku tidak tahu apa jadinya diriku.

Bukan bermaksud GR, tapi aku melihat MD juga merasakan hal yang sama padaku. Betapa di balik kehebatannya di luar, dia sangat tergantung padaku. Tidak satupun keputusan-keputusan besar yang dia ambil, tanpa melibatkan aku dan mendengar pertimbanganku. Apalagi keputusan dan langkah-langkah kecil. Semua lahir dari kesepakatan kami berdua, baik itu menyangkut keluarga maupun pekerjaan.

Sebagai ibu rumah tangga penuh, aku seringkali  minder dan merasa tidak berarti. Karena semua kebutuhan keluarga kami, menjadi tanggung jawab penuh suamiku. Pagi saat suami keluar rumah untuk menjalankan aktifitasnya, aku merasa saat itulah aku berada di titik terendah; aku di rumah berkutat dengan urusan domestik, sementara suami di luar melihat 'pemandangan indah'.

What can I do ?
Jelek-jelek begini aku sarjana lho. Aku boleh saja tetap di rumah, tapi  tidak mau dong kalau aku menjadi 'bukan siapa-siapa'. He..he.. jadi curhat nih. Untungnya MD tanggap pada kegelisahanku, kerinduanku untuk beraktifitas lagi dan mengeksplore semua kemampuan yang aku miliki.

Berbekal restu suami, aku mulai sedikit demi sedikit merintis aktifitas di luar rumah. Bergiat pada berbagai kegiatan di sekolah anak-anakku, memulai bisnis kecil-kecilan, sesekali olah-raga, dan yang paling mengasyikkan adalah bertemu lagi dengan teman-teman lama untuk membicarakan berbagai hal -bukan bergosip lho..-.

Untuk semua yang aku lakukan itu, MD hanya mengajukan satu syarat; ingat tugas dan kewajiban. Artinya, sesibuk apapun aku di luar, ketika rumah dan keluarga memanggil maka itulah saatnya aku harus ada sepenuhnya untuk mereka; suami dan anak-anakku. Sepenting apapun keberadaanku untuk orang-orang di luar rumah, prioritasku tetap sama yaitu MD, Arum dan Dinda.

Satu lagi yang paling penting -MD wanti-wanti betul tentang ini- jangan pernah sedetikpun lupa diri, selalu bentengi diri dengan iman. Ingat bahwa apapun yang kita lakukan selalu akan berdampak, kalau melakukan hal positif dampaknya juga positif, dan begitu pula sebaliknya. Mungkin ini maksud dari kalimat diatas; kayuh biduk dengan iman.

Kalau dibilang aku melakukan semua aktifitas itu sekedar untuk mengisi waktu, tentu salah. Tidak banyak merubah kondisi finansial keluarga memang, tapi coba lihat bagaimana semuanya itu membawa pengaruh untukku. Pada sesi Parenting Skill di sekolah, aku mendapat banyak masukan dan wacana baru tentang cara cerdas menghadapi anak-anak. Lalu dalam bisnisku yang kata MD ancurr abess, aku belajar ilmu ekonomi secara live, menempa diri menjadi lebih struggle dan berpikir lebih realistis.

Pointnya adalah; kehidupan ini ibarat samudra maha luas yang harus kita arungi, mau-tidak mau, suka atau tidak suka. Bagaimana kita bisa selamat sampai dermaga kalau tanpa bantuan  peralatan, dan  pengetahuan tentang  cara menyiasati ganasnya badai dan gelombang ?
Peralatannya adalah iman, pengetahuannya adalah ilmu tentang hidup.

***
Tulisan kadaluwarsa, yang semoga tetap up to date.



Sabtu, 10 Desember 2011

Ternyata...Semua Orang Mementingkan Diri Sendiri

Ada dua tipe orang yang mementingkan diri sendiri;

Pertama : orang yang selalu meminta dan menuntut, tanpa mau memberi dan memikirkan orang lain.  Ini yang di sebut egois.

Kedua   : orang yang mementingkan diri sendiri dengan cara mementingkan orang lain. Misalnya nih, kita memberi sedekah untuk orang lain, pada dasarnya kita sedang mementingkan diri sendiri. Karena kita melakukannya dengan niat untuk mendapat kebaikan bagi diri sendiri.
               
Nah, lho...kita termasuk yang mana ? 

Jumat, 09 Desember 2011

Curhatan Dari Para Sahabatku

Pernahkah terlintas dalam pikiran kita, betapa sepi hidup ini tanpa teman-teman dan sahabat ? Aku tidak pernah membayangkannya, sampai aku mengalami banyak kejadian tak terduga dalam beberapa minggu terakhir. Bukan dengan sahabat dalam arti sesungguhnya, karena pada kenyataannya aku hanya mengenal orang-orang ini sepintas lalu. Tapi aku tidak menduga mereka mengartikan 'lebih'.

Suatu siang aku mampir ke warung rujak cingur kesukaan MD. Sudah beberapa bulan ini warung itu tutup tanpa aku tahu apa sebabnya. Begitu melihat aku, si ibu penjual rujak langsung menyambut, 
"Mbak...kok lama gak mampir kesini. Saya kangen. Saya kepingin cerita-cerita banyak lho...Saya kan habis sakit, kena stroke".
Weh ?? Baru ini dikangenin penjual rujak :)

"Kok bisa sampai stroke, gimana ceritanya, Buk ?" tanyaku antusias.
Lalu dari mulut si ibu penjual rujak meluncurlah cerita seru tentang asal muasal serangan strokenya. Mulai dari resahnya si ibu karena putri sulungnya tidak kunjung mendapatkan jodoh, padahal semua adiknya sudah menikah. Sampai ending yang bahagia karena akhirnya putrinya menemukan juga tambatan hati yang sangat pantas menurut si ibu. Dan berakhirlah riwayat serangan stroke itu.

Aku ikut lega mendengarnya. Sambil menyerahkan dua bungkus rujak cingur pesananku, si ibu berkata sambil tersenyum,
"Akhir Desember kawinan anak saya dirayakan mertuanya besar-besaran. Nanti mbaknya kesini saya tunjukkan fotonya, ya..".
Aku hanya bisa membalas senyumnya dengan tulus, karena si ibu hanya mengenalku sebagai  'mbak yang rumahnya dekat Unmer'  :)

Ada lagi seorang ibu tukang permak jeans yang mangkal di depan Indomaret. Aku sering menggunakan jasanya untuk sekedar memasang badge di kerudung Arum-Dinda, menjahit celana pendek MD yang sering sobek, atau menisik jeansku yang compang-camping di sana-sini karena aktifitasku. Pernah aku tidak datang padanya selama beberapa bulan. Ketika aku muncul sambutannya sungguh di luar dugaan. Begitu urusanku selesai, dia terang-terangan mencegah aku pergi karena masih ingin cerita-cerita.

"Mbak, sampeyan inget gak orang yang saya ceritakan dulu itu ? Teman suami saya yang mandor pembangunan Masjid Agung itu lho..."  bla...bla...bla...
Lalu dia mulai bercerita tentang suaminya dan pengkhianatan temannya yang -konon- sangat melukai hati suaminya, dan membuat si suami 'mutung', tidak mau lagi bekerja di tempat lama. Akibatnya dia harus bekerja ekstra keras untuk menutupi biaya hidup yang selama ini dipikul berdua dengan sang suami. 

"Tapi sekarang saya sudah lega mbak. Gusti Allah tidak sareh. Setiap perbuatan, baik atau buruk, pasti ada balasannya. Iya toh, mbak..." katanya bijak.
Lagi-lagi aku tertegun, betapa ia begitu percaya menceritakan 'rahasia dapur' keluarganya padaku. Aku tidak banyak berkomentar, karena aku sadar ibu ini tidak butuh saran dan masukan. Ia hanya butuh seseorang dengan sepasang telinga yang sudi mendengarkan, dan Alhamdulillah aku bisa membantunya.
Aku tidak tahu siapa nama ibu ini, dan kukira ia pun hanya mengenalku sebagai 'mbak yang naik mobil putih'.

Sebenarnya masih banyak 'sahabat-sahabatku' yang lain. Ada bapak penjual sate ayam di pertigaan , ada bapak pemilik stand bunga di dekat rel kereta api, ada ibu penjual nasi jagung di pasar, ada juga ibu penjual bebek goreng di lapangan Karah, dan masih banyak lagi. Mereka semua tidak tahu namaku -karena memang tidak pernah bertanya-, mereka juga tidak tahu siapa aku dan di mana aku tinggal. Kupikir itu lebih baik, karena dengan begitu kami bisa berteman dengan tulus. Dan yang paling membahagiakan aku, aku melihat kelegaan yang nyata setelah mereka curhat padaku, orang yang sebenarnya tidak mereka kenal.

Kamis, 08 Desember 2011

Pak Tua Berhape Qwerty

Tadi pagi dapat tugas dari MD untuk mengantar Arum-Dinda ke sekolah, karena MD harus membawa bapak mertua ke pengobatan alternatif pukul 5 habis subuh. Karena berhasil 'ready to go' lebih awal dari biasa, aku lebih santai; naik motor menikmati udara pagi.

Sekolah anakku yang terletak di sebuah kawasan cukup elite, sudah bisa di tebak jadi langganan macet tiap pagi. Untungnya kami naik motor, jadi bisa menyusup di sela-sela deretan ratusan mobil yang semuanya ingin berhenti tepat di depan pintu gerbang sekolah. Setelah kedua anakku masuk, aku menepikan motor dan memarkirnya di pojok dekat pos satpam sekolah, lalu duduk memandangi semua kesibukan yang kelihatan  menarik di mataku.

Diantara begitu banyak orang berlalu-lalang, tampak seorang bapak sepuh yang dari pakaiannya aku menduga ia seorang peminta-minta. Bapak ini tubuhnya ringkih, dengan tangan dan kaki berbalut daging tipis sehingga tulang-tulangnya menonjol. Samar-samar aku ingat, bapak tua ini adalah pengemis yang biasa mangkal di jalan tembus sebelah kantor Jawa Pos Karah Agung, duduk bersandar di dinding dengan mata terpejam dan tangan menengadah.

Beberapa waktu yang lalu, tiap kali pulang dari pasar, aku sengaja memutar ke jalan tembus itu untuk sekedar berbagi sebungkus nasi, air mineral, dan sebutir jeruk untuk pak tua ini. Atau di lain kesempatan aku melihat ada orang lain yang juga memberikan sebuah bungkusan dan mengangsurkan beberapa helai uang ribuan ke tangannya.

Suatu ketika aku dan Mbak Imel sengaja membawakan untuknya sebuah bingkisan, mewakili ibu-ibu Komite Sekolah . Dari kejauhan tampak pak tua sibuk meletakkan tangannya ke dekat telinga, seperti orang sedang menelpon. 
"Si Bapak lagi nelpon siapa ya ?", tanyaku penasaran.
"Anaknya kali, atau istrinya", kata Mbak Imel. Temanku satu ini top banget positif thinking-nya.
"Serius amat. Paling dia mesen-mesen ke istrinya; hati-hati di rumah, jaga diri baik-baik, jangan lupa masak sayur kesukaanku, jangan lupa bikin kopi kalau aku pulang nanti sore. Paling gitu ya", aku menebak-nebak.
"Emang istrinya kayak sampeyan, yang mesti harus dipesenin ini-itu...", jawab Mbak Imel sadis.

Pak tua buru-buru mengakhiri pembicaraan yang tampaknya asyik, begitu kami berdiri di depannya. Aku bengong dan kehilangan kata-kata. Dari cara bicaranya, dari isi pembicaraannya -yang sempat aku tangkap beberapa potong- sama sekali tidak 'match' dengan penampilan dan 'profesi' yang sedang ia jalani. Yang paling menyita perhatianku adalah hapenya. Tampak masih baru, mengkilap, dan...lho itu kan Black**** !! 

"Alamak, hapenya keren banget. Qwerty bo'...ha..ha..ha..", Mbak Imel terbahak-bahak. Tanpa sadar aku memandang hape sederhana yang ada di genggaman tanganku. Jauh banget sama punya si bapak tua. Jadi ikut tertawa juga, karena aku yang merekomendasikan bapak tua ini untuk menerima bingkisan Baksos dari sekolah. Ada-ada saja !

Dalam perjalanan pulang aku hanya bisa bergumam, "Aku enggak bakal pakai BB yang kayak gitu. Ada yang ngembarin sih..". 
Komentar Mbak Imel lebih tajam lagi, " Bapak itu lebih butuh duit buat beli pulsa daripada buat beli makanan, kayaknya". 
Whatever will be...yang penting niat kami berbagi  ikhlas dan tulus. Sisanya, terserah deh...



Kutipan # 5

When a person cries
and the first drop of tears
comes from the right eye, 
its mean happines.
But when the first roll
is from the left,
its pain...


*kemarin nangis keluar dari sebelah mana dulu ya ?...*

Senin, 05 Desember 2011

Mewek Lagheee...

Apa yang bisa dilakukan kalau hati sedang gundah ? Seperti ada sesuatu dalam dada yang menyesakkan, meremuk-redamkan dan mencabik  perasaan -bombastis..-. Kalau aku, tidak ada lain kecuali...mewek! Herannya tandon air mataku kok ya tidak pernah kering.

Aku sudah bertekad, tahun depan tidak boleh mewekan lagi. Meskipun itu artinya aku harus lebih menebalkan muka, membekukan perasaan, dan bahkan.....ck..ck..ck...kedengarannya jelek sekali ya. Apa tidak ada cara lain ? 

Padahal, menurutku, menangis itu penting untuk pelepasan beban psikologis. Karena setelah aktifitas yang menguras emosi itu kita akan kembali ke 'titik nol', plong, enteng. Aku sendiri sudah membuktikan :)) Kalau menghadapi sesuatu yang membuat aku 'terbanting' tanpa bisa kutahan pasti langsung keluar air mata, minimal menangis bombay tanpa suara.

Seperti sekarang, rasanya mau nangis tapi kok ya yang keluar malah tertawa. Point bagus ?...tunggu dulu. Nangisnya disimpan, dikumpulkan, dan diakumulasi, biar pas meletus efeknya terasa. Ah nggak sih...bercanda :)) Sesedih-sedihnya aku paling nangisnya cuma hitungan menit, untuk kemudian logikaku kembali hidup dan langsung tancap gas. Life must go on !... 


Sabtu, 03 Desember 2011

I Love Myself Just The Way I Am....

Beberapa minggu lagi tahun 2011 berakhir. Perasaan kok cepat sekali ya, seperti baru kemarin kami menghabiskan malam pergantian tahun dengan pesta kembang api, dan sekarang malam pergantian tahun berikutnya sudah di depan mata. Jadi merinding waktu aku sadar, bahwa secepat itu pulalah usiaku mengalir. 

Masih jelas dalam ingatan saat pertama kali aku masuk sekolah pada usia 4 tahun. Lalu beberapa tahun kemudian memakai seragam SD, menjadi murid terkecil di kelas dan selalu jadi korban keusilan teman-teman.  Pulang sekolah sambil menangis, sudah tidak aneh lagi buat ibukku. Beliau cuma bilang, " Kalau besok masih pulang sambil menangis, lusa dan seterusnya tidak usah sekolah." Diultimatum begitu, sekuat tenaga aku putar otak mengatasi gangguan teman-teman, dan berhasil.   

Lalu berbagai peristiwa berkelebat silih-berganti dalam ingatanku. Sambung menyambung, runtut, dan berwarna-warni. Akhirnya... disinilah aku sekarang. Seorang ibu dari dua permata -sebenarnya tiga, kalau saja jagoan kami tidak keburu diambilNya- , istri dari wirausaha sukses yang tetap rendah hati, dan teman bagi siapapun  yang membutuhkan sepasang telinga untuk mendengar keluh-kesah.

Kadang terbersit juga betapa secara fisik aku sudah jauh berubah, meskipun secara mental aku merasa semakin baik dari hari ke hari. Lihat saja, bobot tubuhku sudah melonjak 25 kg dari waktu menikah 16 tahun lalu. Gurat-gurat usia yang terpahat di wajahku, adalah harga yang harus aku bayar untuk setiap kedewasaan dan kebijaksanaan yang aku punya. Begitu juga dengan helai-helai uban yang tumbuh tanpa henti di kepala, adalah ganjaran untuk setiap moment indah yang bertaburan di sepanjang usiaku.

Suatu ketika aku pernah menyampaikan keinginan pada MD untuk mereparasi total penampakanku saat ini -penampakan ?...emang hantu-. MD melarang keras. Keputusan yang sangat aku syukuri pada akhirnya. Jauh setelah pembicaraan kami itu, aku baru sadar bahwa sesuatu yang tampak indah di luar belum tentu sama indahnya juga dengan yang di dalam. 

MD menolak lipposuct alias sedot lemak untuk badanku yang melar. Sebagai gantinya dia mendatangkan alat fitness ke rumah, dan membeli CD kebugaran  dari berbagai versi. Waktu aku risau dengan semburat putih di rambutku, dengan enteng dia menganjurkan aku mengecat rambut dengan warna merah dan sesudahnya aku selalu harus melepas kerudung di dalam rumah agar ia dapat melihat 'rambut artis'.

Dari sentilan-sentilan kecil itu aku sadar bahwa seiring usia bertambah maka fisik kita juga akan berubah. Ini adalah hukum alam, yang kalau dipahami dan di terima dengan hati bersih akan terasa sangat indah. Sungguh tidak lucu, kukira, kalau aku bertambah matang secara emosi tapi tampangku tetap secantik Arum. Atau, aku sudah semapan ini tapi badan masih setipis ABG. Bisa-bisa suamiku dikira tidak bisa memberi makan aku dengan layak

Aku bersyukur tidak terlambat menyadari, bahwa apapun yang aku punya saat ini, bagaimanapun kondisiku saat ini, adalah yang terbaik untukku. Aku bersyukur terlahir normal dan sehat -terima kasih tanganku, kakiku, seluruh anggota tubuhku-. aku bersyukur tetap bisa beraktifitas normal, tetap sehat dan bugar meskipun wajah tidak semulus artis Hollywood -Angelina Jolie, kan cantik banget :)- dan tubuh tidak seramping dua puluh tahun lalu. Ahhh....aku sangat bersyukur dengan apa adanya diriku. I love myself just the way I am...

Minggu, 27 November 2011

Satu Suro, Bubur Campur, dan Jazz Traffic Festival

Sejak hari Jum'at kemarin ada beberapa SMS masuk, mengucapkan selamat tahun baru Hijriyah. Karena hari itu ada SMS lain yang lebih menyita perhatian, lebih mendesak di baca, dan lebih menarik disimak, maka SMS 1 Suro jadi agak terabaikan. Sabtu sore setelah semua masalah  reda dan suasana tenang kembali, aku mulai membalas satu persatu ucapan tahun baru yang -jujur..- aku tidak ngeh sebelumnya. Ini mungkin bahasa halus untuk 'tidak peduli'...:)

Dini hari jam 3 tadi, antara sadar dan tidak, MD mengigau, " Ma, sekarang satu suro ya...pantesan badanku panas semua. Aduh, kerisku ilang, Ma..." Aku langsung ngakak. Sudah, bangun...bangun...ini ngelindur apa sengaja mau ngisengin aku sih ? 

Ternyata nuansa 1 Suro sampai juga ke dapur. Pagi-pagi asistenku sudah mengingatkan, " Bu, sekarang kan satu suro, biasanya orang-orang di kampung saya bikin bubur campur. Itu tuh yang pake taburan kacang, abon sama telur dadar. Kita bikin ya, Bu..". Aku bengong. Tumben...biasanya hari minggu semua aktifitas di dapur kan off, karena memang jatahnya para asisten libur. Lha ini minta bikin bubur suro segala.

Sebenarnya menurutku, makna tahun baru itu ya tidak jauh-jauh dari perbaikan diri. Istilah kerennya adalah muhasabah, introspeksi. Apa-apa yang sudah kita perbuat di tahun yang lewat, yang sekiranya bernilai merah, beraroma negatif dan berpotensi merugikan orang lain, sebaiknya segera dihilangkan. Dan segala yang mendatangkan kebaikan, membahagiakan mahluk hidup lain, mendekatkan pada harum surga, sebaiknya segera dilakukan mulai sekarang, mulai detik ini dan mulai dari yang paling kecil.


Lanjut....
Ceritanya, hari itu kami berempat menghabiskan minggu spesial sesuai rencana yang sudah kami susun sejak minggu sebelumnya. Nonton Jazz Traffic, Dinda main di Fun World, aku mencari beberapa barang kebutuhanku, dan MD mengikuti kemanapun kami bergerak sambil membidikkan kameranya. Belum lagi selesai makan, SMS masuk dari rumah. Asisten baru pamit mau pindah kerja, jaga konter pulsa berdua pacarnya. Alamak...rencana pulang malam terpaksa buyar. Aku dan MD bagi tugas. MD mengawal Arum nonton Jazz ( sampai pulang jam 1 malam ), aku menemani Dinda main di Fun World lalu pulang berdua naik taksi. Prioritas pertama adalah mengurus asisten yang memang berulah sejak sebulan lalu.

Malamnya, sambil menunggu MD dan Arum pulang, aku merenung dan melamun. Panjang dan jauh. Betapa selama setahun terakhir cobaan silih berganti datang, dalam berbagai bentuk dan warna. Seumpama orang sedang berjalan, perjalananku diwarnai onak-duri, berliku, berbatu dan berjurang. Kadang aku tersungkur, terjerembab, jatuh, tersandung dan terperosok. Tetapi di balik semua itu, yang paling aku syukuri adalah aku selalu masih diberi kekuatan untuk bangkit lagi. Dan setiap kali berhasil bangkit, aku menjadi lebih kuat dan lebih tabah dari sebelumnya.

Moment tahun baru kali ini, entah mengapa, menjadi bermakna karena aku seperti diingatkan oleh banyak kejadian di sekelilingku bahwa apapun bisa terjadi -bahkan yang paling pahit- seandainya aku lalai  dan tidak pandai mengendalikan diri. Bagaimanapun jalan yang harus kutempuh masih sangat panjang. Aku harus bisa bertahan menghadapi cobaan, dan bertahan terhadap godaan kenikmatan. Yang terakhir ini lebih sulit, mengekang hawa nafsu dan keinginan untuk selalu bersenang-senang itu bukan perkara mudah, kan :)) Tapi intinya, aku berjanji pada diri sendiri bahwa tahun depan harus lebih baik, lebih baik, dan lebih baik. Semoga...

Jumat, 25 November 2011

Pelajaran Dari Masa Lalu

Seorang teman mengirim SMS dengan berita yang menggetarkan hati. Mohon didoakan  agar mendapat kekuatan menghadapi serangan teror SMS dari mantan pujaan hatinya di masa lalu. Sepagi ini, otakku sudah diajak 'jogging', membayangkan apa sebenarnya yang pernah terjadi diantara mereka, menimbang-nimbang perlu tidaknya aku mendoakan dia -karena siapa tahu sebenarnya dia yang paling banyak andil salah-, dan berusaha menahan diri untuk tidak berkomentar terlalu banyak pada masalah pribadinya.

Sepanjang yang aku tahu, temanku ini orang yang sangat teguh memegang komitmen. Menyayangi dan menghargai pasangan, cinta pada keluarga, dan mendedikasikan hidup sepenuhnya untuk masa depan anak-anaknya. Kalau sekarang ia dihadapkan pada kenyataan bahwa ada seseorang dari masa lalu yang berniat 'menggugat' dan ingin merebut kembali memori yang pernah mereka jalin, menurutku itu hanya ujian untuk semua ketegaran dan keikhlasan yang ia jalani.

Masa lalu itu milik semua orang, yang -sayangnya- tidak bisa seenaknya kita hapus atau kita ubah jalan ceritanya. Menyesali masa lalu juga bukan tindakan bijaksana, karena bisa jadi kedewasaan kita hari ini adalah buah dari pengalaman pahit kita di masa lalu. Semua yang pernah terjadi di masa lalu, mungkin hanya bisa kita lipat rapih dalam ingatan, dan menyimpannya di sudut hati. Jangan pernah di buka lagi. Jangan pernah ingin di tengok-tengok lagi. Karena kita tidak pernah tahu seberapa kuat kita berhadapan dengan masa lalu.

Bagaimana dengan SMS yang bertubi-tubi ? Aku hanya bisa bilang; tidak usah dibalas, toh sudah sama-sama tahu bahwa sekarang situasinya berbeda. Sampaikan permintaan maaf untuk semua kesalahan yang mungkin terjadi di antara kalian. Setelah itu, STOP ! Kalau perlu menghilang saja dari kehidupan dia, ganti nomer hape, blokir akun fb, atau apa sajalah...yang penting semua jalur kontak diputus ! Itu kalau memang benar-benar ingin melepas masa lalu, dan fokus meraih masa depan.

Masalahnya temanku ini terlalu baik, mau saja meladeni hal-hal tidak penting meskipun itu sangat merugikan dirinya. Ujung-ujungnya kebingungan sendiri. Tidak sepenuhnya salah memang, karena siapa tahu 'perasaan lain' masih tetap ada meskipun semu. Bagaimanapun, tersambung lagi dengan mantan -mungkin- terasa mendebarkan hati. Tapi sebenarnya ini adalah awal dari bencana *maaf, sok tahu nih..* Sekarang tinggal bagaimana pintar-pintarnya kita menghindar agar bencana itu tidak terjadi. Nah, di titik ini aku memutuskan untuk mendoakan dia; semoga dia diberi kekuatan untuk tetap melangkah ke depan, terus kedepan, dan tidak tergoda untuk menoleh lagi kebelakang.

Rabu, 23 November 2011

Kutipan # 4

With love and patience,
nothing is impossible

( Daisaku Ikeda )




The Twilight Bias Gender...Benarkah ?

Aku dan MD adalah penggemar film remaja The Twilight. Awalnya terjadi secara tidak sengaja. Waktu itu rumah sepi selama beberapa hari karena Arum-Dinda ikut paket wisata anak ke luar kota. Karena bengong gak tahu harus ngapain, akhirnya kami 'berpetualang' dari satu mall ke mall lain untuk mengisi waktu. Kebetulan Eclipse -sekuel ketiga dari The Twilight- main di salah satu bioskop, dan MD berhasil mendapat tiket dengan posisi yang pas menurut aku (karena kalau terlalu kedepan atau kebelakang aku ogah, mending lihat di rumah).

Sebelum film di putar aku sempat melihat ke sekililing tribun, dan ternyata isinya hampir semuanya remaja. Wuih, berasa masih SMA. Jadi ingat dulu aku juga senang nonton, sama MD juga, tapi sekarang lebih enak...kan lebih bebas mau ngapain-ngapain (memangnya mau ngapain? :))

Inti ceritanya adalah seorang gadis yang jadi rebutan dua pria, yang satu vampir dan satunya lagi serigala. Nah disinilah serunya. Penonton laki-laki hampir selalu terdengar mendengus kesal sambil sekali-sekali nggerundel pas tiba adegan si gadis tampak bingung menjatuhkan pilihan. Sampai-sampai sekurity studio yang nebeng nonton mengomel keras, " Dasar perempuan ! sama yang ini mau, sama yang itu mau...Huh !".

Tak urung aku terkikik geli mendapati kenyataan betapa laki-laki mau enaknya sendiri. Kalau ada perempuan yang 'mendapat angin' untuk bisa menggenggam dua laki-laki sekaligus -meskipun cuma dalam film- mereka akan sangat tidak rela dan tidak terima. Coba saja seandainya situasi dibalik; si laki-laki yang dengan leluasa menggenggam dua perempuan sekaligus, apakah mereka akan seribut ini ?

Dari pengalaman nonton sekuel ketiga, aku menjadi tertarik untuk 'mempelajari' film ini lebih jauh. MD dengan senang hati mencarikan semua serinya dari yang pertama The Twilight, New Moon, dan Eclipse. Yang sekarang sedang happening di XXI adalah episode 1 dari sekuel keempat yaitu Breaking Dawn. Aku juga sedang mempertimbangkan untuk membaca novelnya, sekaligus melihat latar belakang penulisnya. Karena seringkali atmosfir pribadi penulis mempengaruhi hasil tulisannya. 

Oh ya...yang pertama bilang bias gender itu MD lho, padahal ini istilah sosiologis banget. Aku sendiri menilai fenomena kecenderungan poliandri adalah salah satu dampak kemajuan jaman. Artinya terjadi perubahan pola berpikir, pergeseran nilai dan norma dalam masyarakat, dan semua itu perlahan tapi pasti ikut merubah individu dalam masyarakat secara signifikan. Ruwet.... memang bukan untuk dipikir kok, hanya jadi wacana saja sekaligus pengingat laki-laki bahwa 'apapun bisa terjadi'. Jadi; waspadalah !...waspadalah !... 
* Jangan percaya, Pa...ini analisis ngawur...:)))

Senin, 21 November 2011

Kutipan # 3

A flower falls eventhough we love it,
and a weed grows eventhough we do not love it.

( Dogen Zenji )


PS: So, kita mau jadi yang mana ? kalau aku mau jadi biji saja. Biarpun kecil, mungkin juga tidak secantik bunga, tapi biji membawa harapan dan menjanjikan kehidupan yang lebih indah untuk mahluk hidup lain.

Jumat, 18 November 2011

Penyakitku Yang Memalukan

Sebenarnya sudah lama aku menyadari bahwa aku punya penyakit akut dan kronis. Meskipun tidak mematikan dan sama sekali tidak menular, tidak urung penyakit ini merepotkan aku, dan mungkin orang-orang disekelilingku juga. Penyakit yang tidak jelas penyebab dan gejalanya ini sudah berusaha aku hilangkan. Tentu saja dengan bantuan dan support terus-menerus dari MD dan anak-anak.

'Penyakit tanpa nama' ini terakhir kambuh waktu aku berdua MD belanja keperluan parcel lebaran. Aku sangat tidak teliti soal angka dan abai pada hal-hal detil. Ceritanya waktu itu kami memilih barang-barang yang didiskon, dan mengisi penuh troli sambil menghitung berapa kira-kira harga yang harus kami bayar di kasir. Nah disinilah penyakitku kambuh; aku sok teliti melihat struk belanja dan membandingkannya dengan harga yang tertera di rak ( hal yang tidak pernah kulakukan sebelumnya ). Lho kok beda ? Sirup, biskuit kaleng, sampai sarung semuanya beda...lebih mahal dari yang tertera di rak dan di brosur.

Karena penasaran aku bertanya pada supervisor yang kebetulan ada di sekitar kasir. Eh, dia tidak bisa jawab. Lalu dia minta bantuan supervisor lain, dan ternyata inipun tidak menyelesaikan masalah. Tambah naik pitamlah aku. Dengan geram aku cabuti semua label harga di rak untuk semua item barang yang kubeli. Terakhir yang turun sang manager on duty. Dengan dia aku sempat beradu argumen cukup sengit. Dia tidak bisa menjawab karena semua barang yang kubeli identik dengan barcode label harga yang kucabut dari rak, dan kutunjukkan padanya sebagai bukti. Ternyata aku sudah membayar dengan harga yang lebih mahal.

Masalah belum selesai...sang manager pamit kebelakang untuk menanyakan hal ini entah pada siapa. Pada saat genting seperti ini barulah MD iseng-iseng menghitung dengan hape. Dan.....dhueng !!! Aku baru sadar kalau semua barang yang kubayar sudah didiskon, dan bahkan murah banget jatuhnya. Perutku langsung mules. Dengan gerakan cepat kulambaikan tangan pada kamera CCTV dan segera kabur dari situ. MD mengikuti dibelakangku sambil tidak henti terbahak..

Kata MD, aku kena sindrom 'out of focus' alias tidak teliti dan cenderung ceroboh. Unfortunately, kalau lagi kambuh aku sering jadi bahan tertawaan anak-anakku. Belum lagi kejadian-kejadian dudul yang lain, yang bahkan mengingatnya aku sendiri pun jadi tertawa. 

Tentang ini kadang-kadang aku prihatin  pada diriku sendiri. Sampai kapan ya penyakit ini kerasan menempel kemanapun aku pergi ?

Kutipan # 2

setiap manusia di dunia 
pasti punya kesalahan
tapi hanya yang pemberani 
yang mau mengakui,
setiap manusia di dunia 
pasti pernah sakit hati
hanya yang berjiwa satria 
yang mau memaafkan....

( song by Sherina )

Senin, 14 November 2011

Chado Pagi Di Rumahku

 Chado adalah upacara minum teh gaya Jepang. Awalnya acara minum teh berkembang di China. Lalu pada akhir abad ke 15 upacara ini diadopsi oleh Bhiksu Zen di Jepang. Karena itu Chado mengandung prinsip dasar Zen yaitu 'wa' artinya keserasian antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam, 'kei' artinya rasa hormat, 'sei' artinya kemurahan atau jiwa yang bersih, dan 'jaku' artinya ketenangan pikiran.

Singkatnya; dengan membuat dan menikmati teh kita bisa menyatu dengan alam dan menikmati ketenangan. Benarkah begitu ? Mari kita lihat yang terjadi di meja makan di rumahku setiap pagi.

Seperti biasa, para asisten rumah tanggaku selalu menyiapkan sepoci besar teh melati yang diseduh dengan sedikit gula.Derajat kemanisannya mungkin hanya 5 atau 6 briks, atau orang Jawa bilang mondo-mondo.
Karena kalau terlalu manis sedikit saja Mas Dony langsung protes. Bikin dia tambah gendut lah, bikin dia kena diabetes lah...pokoknya banyak pesan yang diultimatumkan ke ART agar besoknya tidak mengulang kesalahan fatal lagi. Minuman ini harus sudah terhidang di meja makan paling lambat pukul 04.15 pagi, tidak peduli jam berapapun subuhnya.

Kalau aku perhatikan 3 orang penikmat teh ini ( MD, Arum, Dinda )  punya selera berbeda-beda. Mas Dony selalu menambahkan air jeruk nipis dalam cangkirnya. Ambil jeruk sendiri di kulkas, belah jadi dua, dan langsung diperas ke dalam cangkir. Dinda penggemar berat milk tea. Tapi melihat kesibukan papanya dengan si jeruk nipis, dia jadi ikut-ikutan. Arum, si soliter, adalah penikmat teh melati yang fanatik. Tanpa tambahan apapun, kecuali setangkup roti tawar plus meises coklat kegemarannya.

Chado di pantry belakang ini harus dilakukan seawal dan secepat mungkin, karena kami mengejar waktu sholat subuh. Biasanya aku yang paling lama, karena aku bukan menikmati teh melati, tapi asyik menyeruput white coffe favoritku. Tambahannya adalah sandwich crackers rasa keju yang yummy banget. 

Moment chado ini penting , karena biasanya kami berempat saling menceritakan kejadian kemarin dan rencana kegiatan hari ini, ya waktu minum teh ini. Bukan seperti kebiasaan banyak keluarga lain yang menjadikan waktu dinner sebagai moment berkumpul. Arum dan Dinda sekolah full day. Setiap hari pulang ke rumah jam 17.00 dan satu setengah jam kemudian sudah harus siap menunggu kedatangan guru lesnya masing-masing. Jadi kesempatan berlama-lama ngobrol denganku dan papanya ya pas chado, lanjut ke waktu sarapan sebelum berangkat sekolah.


Kutipan # 1

If you wanna make the world a better place,
take a look at yourself and make a change
( Michael Jackson )

Minggu, 13 November 2011

Aerides Odorata Akhirnya Berbunga Juga...

Anggrekku berbunga lagi..!! Yang ini menjadi istimewa karena sudah kupelihara sejak empat tahun lalu. Aku mendapatkannya dari lereng Gunung Lawu, beberapa rumpun yang semuanya Alhamdulillah hidup subur. Namanya Aerides Odorata, kecil-kecil dan harum semerbak. Aku memang lebih suka anggrek spesies, atau yang sering disebut anggrek hutan. Karena jenis ini relatif sulit dibungakan, bunganya pun biasanya kecil-kecil, warnanya tidak terlalu ngejreng, tapi aromanya...hmmm jangan di tanya. Haruuuum sekali. Mungkin ini mewakili tipikal kepribadianku yach; sederhana, tidak neko-neko, tulus hati,
 tapiii...sangat menawan *glodak !!*

Sabtu, 12 November 2011

Fakta Yang Memiriskan Hati

Pada 1994 lalu, saat aku mulai menulis rancangan skripsi, aku sempat menyelesaikan hampir 2 Bab tulisan tentang perceraian. Rencananya tulisan ini akan aku ajukan pada dosen pembimbing untuk disetujui sebagai materi skripsi yang akan kukerjakan. Waktu itu aku melihat banyak sekali kasus perceraian yang diajukan oleh pihak istri. Istilahnya 'cerai gugat'. 

Yang membuat aku tergelitik untuk tahu lebih banyak adalah motifasi yang melatarbelakangi pengajuan cerai gugat ini. Setelah aku berburu data ke PA Surabaya, yang kebetulan dekat sekali dengan rumahku, terbukti pengamatanku tidak salah. Hampir setengah dari kasus yang masuk ke pengadilan adalah cerai gugat. Trendnya semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Maka, ketika di Majalah Intisari terbaru topik ini menjadi bahasan, aku teringat kembali pada 'penemuanku' puluhan tahun lalu itu. Data nasional Pengadilan Agama terbukti menunjukkan fakta bahwa dua pertiga perkara perceraian diajukan oleh pihak istri. Dan hanya sepertiga yang diajukan oleh pihak suami ( istilahnya 'cerai talak' ). 

Penjelasan dari fenomena ini mungkin bisa bermacam-macam. Salah satunya; kini perempuan makin mandiri, makin setara terhadap laki-laki, makin berani membuat keputusan, dan makin sadar akan haknya. Kemandirian perempuan hanya salah satu penjelasan, bukan satu-satunya. Penjelasan lain adalah pergeseran nilai yang dianut perempuan jaman sekarang, yang relatif lebih labil menghadapi tekanan hidup berumah tangga. Berbeda dengan perempuan jaman dulu yang menganggap pernikahan adalah kontrak sekali seumur hidup. Kalaupun mereka berkonflik dengan suami, mereka menganggap itu bagian dari hidup yang harus dijalani tanpa sedikitpun terbersit untuk bercerai.

Ketika aku mengajukan rancangan ini, dosen pembimbing langsung merevisi total :(. Menurut beliau, untuk topik semenarik ini sayang sekali kalau hanya dipakai pendekatan kuantitatif. Artinya hanya bermain diseputar angka, data statistik, dan tabel-tabel. Akan jauh lebih 'hidup' jika skripsiku disajikan dalam bentuk kualitatif penuh. Itu berarti aku harus menulis laporan bak novel, yang menyajikan kutipan-kutipan hasil wawancara mendalam terhadap obyek penelitianku. Entah bagaimana ceritanya, akhirnya topik itu harus aku lepaskan dengan sukarela, dan segera membuat rancangan baru dengan topik yang sama sekali berbeda. 

Pffuuuffhh....
Lelah juga dari beberapa hari lalu selalu dihadapkan pada berbagai hal beraroma negatif. Tema tulisan ini aku maksudkan sebagai pengingat, bahwa perceraian it's a big no no !buatku. Aku ingin menghayati jati diriku sebagai perempuan Jawa tulen yang berprinsip ; urip pisan, kawin pisan...

Aku Menagih Cintamu...

( bukan aku yang menulis puisi ini, tapi aku sangat menyukainya... )

....
Sebenarnya aku tak ingin bilang
tapi catatan hutangmu terus mengembang
coba dengarkan...
perhatianku ada harganya,
peduliku bolehlah separuh harga,
senyumku bukan gratisan,
pelukku tak cuma-cuma,
rinduku bahkan ada bunganya...

Hatiku sedang bangkrut sekarang
habis untuk mencintaimu
jadi...dengan berat hati aku menagihnya
kalau kau tak sanggup membayar
dengan perhatian, peduli, senyum, peluk, dan rindu
kamu bisa membayarnya lunas
dengan satu hal saja...
cintamu !
....

Aku Belajar Banyak Hal...

Suatu ketika aku pernah ikut Mas Dony menemui seorang petinggi di suatu instansi pemerintah di luar kota. Karena ini adalah pembicaraan penting dan aku sama sekali tidak tahu menahu, aku menunggu di lobby dengan berbekal sebuah novel tebal. Perkiraanku Mas Dony akan berada di dalam ruangan selama 1/2 atau paling lama 1 jam. Ternyata beberapa jam berlalu dan Mas Dony baru menampakkan perut ndutnya. Selama menunggu tadi aku tidak mood baca novel. Bosan. Aku hanya melamun dan membiarkan pikiranku melayang-layang dengan bebasnya. Ada beberapa hal yang masih membekas dan sempat kuendapkan. Inilah hasilnya...

....
Dengan kesadaran penuh, aku belajar bahwa 
aku tidak dapat memaksa orang lain untuk mencintaiku,
aku hanya dapat melakukan sesuatu untuk orang yang kucintai...

Aku belajar bahwa butuh waktu bertahun-tahun
untuk membangun kepercayaan, dan hanya
beberapa detik saja untuk menghancurkannya...

Aku belajar bahwa orang yang tadinya kukira jahat,
justru adalah orang yang melecut semangat hidupku
dan sangat peduli pada masa depanku...

Aku belajar bahwa jika seseorang tidak menunjukkan 
perhatian seperti yang kuinginkan, bukan berarti
dia tidak mencintai aku...

Aku belajar bahwa sebaik-baik pasangan
ia pasti pernah melukai perasaanku,
dan untuk itu aku harus memaafkannya...

Aku belajar bahwa aku harus bisa memaafkan diri sendiri
dan orang lain, kalau aku tidak ingin dikuasai 
perasaan bersalah terus-menerus...

Aku belajar bahwa lingkungan bisa mempengaruhi pribadiku,
tapi aku harus bertanggung jawab untuk
apa yang telah kulakukan...

Aku belajar bahwa tidaklah penting apa yang kumiliki sekarang,
tapi jauh lebih penting adalah
siapa aku ini sebenarnya...

Aku belajar bahwa tidak ada satupun yang 'instant',
semua butuh proses dan pertumbuhan 
kecuali aku ingin sakit hati...

Aku belajar bahwa aku harus memilih
apakah menguasai sikap dan emosi, atau
sikap dan emosi yang menguasai aku...

Aku belajar bahwa aku pun berhak marah,
tapi itu bukan berarti aku harus benci
dan berlaku bengis...

Aku belajar bahwa orang-orang yang kukasihi
sering diambil segera dari kehidupanku,
dengan beragam cara...

Aku belajar bahwa aku harus belajar 
dari kesalahan yang pernah kulakukan 
dan hidup untuk masa depan,
bukan terus-menerus melihat ke masa lampau...

Aku belajar bahwa cinta itu memberi dan mengerti,
tanpa harus diberi dan dimengerti...

Aku belajar bahwa apa yang kuinginkan tidak selalu
sesuai dengan apa yang kubutuhkan,
dan aku harus berlapang dada menerimanya...

Aku belajar bahwa keluargaku 
adalah harta terbesar yang kumiliki...

Aku belajar bahwa dengan berterima kasih padaNya
maka Ia akan memberi lebih banyak lagi...

Aku belajar bahwa aku tidak boleh berhenti belajar,
selamanya, seumur hidupku...
....

Terima kasih untuk semua orang terkasih yang telah menginspirasi tulisan ini.

Jumat, 11 November 2011

Hujan...Hujan...

....
datanglah kekasih biarpun hari hujan
cinta kan mengiringimu 
dengan kehangatan
bawa saja seluruh kerinduanmu
kita satukan di dalam dekapan

langkahkan kakimu sepenuh irama
biarkan jejakmu 
membekas di jalan
buka saja mantelmu basahkan tubuhmu
hujan pun tahu kita bertemu...
....


Barisan frase diatas adalah lirik lagu yang dinyanyikan 'Franky and Jane' dan sempat ngetop banget di era 80an. Aku tidak tahu judulnya, tetapi nuansanya sangat terasa. Waktu lagu ini sering diputar di radio-radio, aku masih SD. Meski begitu kalau mendengar lagu ini aku langsung membayangkan kejadian-kejadian romantis dan indah :))

Saat ini pun, aku masih suka terbayang beberapa kejadian yang berhubungan dengan hujan. Waktu masih SMP dan bapak belum mengijinkan aku naik motor, aku pergi kemana-mana naik sepeda angin. Termasuk pergi les Bahasa Inggris pada seorang profesor bahasa di kampus IKIP Ketintang. Keluarga Pak Wayan ini semuanya berprofesi sebagai pengajar Bahasa Inggris. Aku sendiri dibimbing langsung oleh Bu Wayan, seorang lektor senior di fakultas bahasa, secara private. Kalau musim hujan dan pas harinya aku les rasanya malas sekali berangkat. Bukan karena hujannya, tapi lebih ke tempat lesnya yang semi terbuka di tengah taman bunga di halaman depan rumah Bu Wayan. Kalau lagi deras-derasnya, air bisa menghambur masuk dan membasahi semua buku-buku les kami. O ya, aku selalu bersamaan hari dengan dua teman lain. Kalau sudah begini buyar deh lesnya. Kami cuma ngobrol-ngobrol sambil memandang hujan...he..he..he..( jadi ingat Ratih dan Ramadian :) ) Pulangnya aku masih harus mengayuh sepeda menembus hujan dan menempuh jarak yang lumayan jauh. Sungguh pengalaman yang sangat berkesan...

Saat aku kelas 1 SMA, kenangan tentang hujan yang paling membekas adalah ketika aku ikut festival teater antar pelajar. Dari rumah salah seorang senior, aku dan rombongan berangkat ke tempat lomba dalam kondisi 'full make up'. Karena jaraknya tidak terlalu jauh kami memutuskan berangkat ramai-ramai berboncengan motor. Tanpa diduga mendadak turun hujan sangat deras, seperti ditumpahkan dari langit. Akibatnya kostum panggung kami basah kuyup, dan muka belepotan karena make up yang tebal luntur tersapu air hujan. Ck..ck..ck.. Kenangan manisnya adalah kami jadi juara 1 untuk kategori cerita rakyat ( kategori ini hanya diikuti satu grup, yaitu grup teater SMAN 6...yo mesti ae menang :)))

Yang paling heboh, ini nih; terjebak badai hujan bersamaan waktunya dengan terjadinya tsunami. Pagi itu aku, Mas Dony, dan dua putri kami sedang dalam perjalanan menuju kolam renang. Rupanya Arum kecil lupa membawa baju renang ( lha tasnya isi apa lo, sayang ? ). Akhirnya kami putar-putar mencari baby shop yang buka paling pagi untuk membeli baju renang. Di tengah jalan mendadak hujan turun dengan sangat deras. Cuaca yang tadinya cerah seketika berubah gelap.
Aku ingat, mobil kami terayun-ayun dihempas angin. Saking derasnya curah hujan, jarak pandang hanya sekitar dua meter saja. Mas Dony mencondongkan badannya menempel setir untuk mempertajam penglihatan. Situasi ini sempat membuat nyaliku ciut. Bagaimana tidak, kami memakai sedan yang di dalamnya ada dua putri kecil kami. Aku tidak berani membayangkan apa yang terjadi seandainya saat itu angin kencang berubah menjadi twister, seperti yang sering aku lihat di film-film. Keesokan harinya di koran muncul berita tentang tsunami di Aceh yang begitu dahsyat. Jam dan tanggal kejadiannya sama persis ketika  aku mengalami badai hujan di Surabaya. Aku merinding, sambil tak henti mengucap syukur dalam hati.

Sekarang, musim hujan adalah saat yang paling kutunggu-tunggu. Udara di luar jadi dingin dan basah. Terlebih lagi, dan ini yang paling penting, koleksi anggrek di halaman dan yang menempel di pohon jadi segar, hijau dan gemuk. Indah sekali.

Note: ada kejadian hujan 'salah musim' yang berkesan. Terjadi pada musim kemarau, malam hari, ketika paginya aku menjalani prosesi akad nikah. Apakah ini pertanda bahwa kehidupan pernikahan kami selalu berlimpah berkah, seperti hujan yang membawa berkah bagi makhluk bumi ? Semoga...
Satu lagi; turun hujan lebat di pagi hari persis saat malamnya bapak berpulang. Berminggu sebelum dan sesudahnya hujan tidak lagi turun. Sungguh aneh...







Sabtu, 05 November 2011

Sampai Maut Memisahkan ( the end )

Melanjutkan renungan kemarin tentang cinta sebatas usia, cinta yang hanya sampai maut memisahkan, aku ingin berandai-andai seumpama kita mempunyai dua cinta pada saat yang bersamaan. Yup...ini tentang para laki-laki perkasa yang mengarungi bahtera rumah tangga dengan dua atau lebih pendamping. Poligami, bagi sebagian orang adalah sesuatu yang mengerikan, termasuk bagi aku sendiri.
Lalu apa hubungannya ? Pikiran ngawurku mengatakan bahwa pelaku poligami tidak ingin terjebak dalam situasi kehilangan pendamping yang berakibat roda kehidupan berjalan tersendat. Karena itu mereka merasa perlu punya 'ban serep' kalau-kalau suatu saat ditinggal berpulang oleh pasangan.
That's good idea ! Kalau mau adil seharusnya perempuan boleh juga dong berjaga-jaga. Daripada suatu saat kelimpungan bertahan hidup karena suami mendadak pergi, lebih baik kan menyiapkan 'baterei cadangan'.
Naudzubillah...:))

Jumat, 04 November 2011

Sampai Maut Memisahkan ( part 2 )

Kisah cinta model 'sampai  maut memisahkan' ini ternyata banyak makan korban. Ketika hidup masih indah karena pasangan masih ada di sisi, semua baik-baik saja. Sampai suatu ketika salah satu pasangan dipanggil menghadapNya. Saat itulah cinta diuji. Kesetiaan berubah wujud ke dalam dimensi yang berbeda-beda, tergantung posisi dan kondisi.

Kalau yang ditinggal adalah suami, terlebih masih dalam usia produktif, maka inilah yang terjadi: ia akan segera mencari pendamping baru. Dengan alasan bahwa laki-laki selalu butuh seorang perempuan untuk mendukungnya  menjalani kerasnya kehidupan. Sebagai kepala rumah tangga, laki-laki harus tetap 'hidup' dan berjuang, membesarkan anak-anak dan meraih impiannya sendiri. Cinta kepada mendiang istri menjadi kenangan yang tersimpan dalam memori, entah di bagian yang mana. Sampai kapan memori itu bertahan, tidak seorangpun tahu bahkan si suami sendiri. Kalau sudah begini, bicara kesetiaan ? rasanya terlalu muluk.

Sekarang kalau yang ditinggal adalah istri, dalam usia produktif, ada dua kemungkinan: ia akan mencari suami baru, atau dengan gagah berani melanjutkan hidup bersama anak-anak, meski dalam kondisi terseok-seok. Kendala finansial lebih sering menjadi alasan utama seorang perempuan menikah lagi sepeninggal suaminya. Dalam banyak kejadian, dan aku menyaksikannya sendiri, banyak perempuan yang tetap gigih dalam kesendiriannya tanpa suami. Tidak terpikir untuk menikah lagi meski usia masih memungkinkan untuk itu. Tidak sedikitpun terlintas mencari sosok laki-laki sebagai pengganti suaminya.

Tanpa bermaksud mengecilkan arti kesetiaan laki-laki, fakta membuktikan lebih banyak perempuan yang berhasil menjaga kesetiaannya dibandingkan laki-laki. Para perempuan hebat ini lebih memilih untuk mengenang mendiang suaminya saat sepi menggigit. Menjadikan kewajiban menghidupi dan membesarkan anak-anak sebagai tugas yang diwariskan almarhum suaminya, tanpa sedikitpun berniat membagi tugas itu dengan laki-laki lain.

Sampai maut memisahkan...sungguh ungkapan cinta yang membuat aku miris. Karena menurutku cinta itu tidak dapat dipisahkan oleh apapun, bahkan oleh maut. Karena cinta adalah anugerah terindah dariNya  yang kehadirannya tidak dapat diminta atau ditolak. Cinta hanya bisa dipisahkan oleh pemiliknya sendiri. Ketika tidak ada cinta lagi di hati, segala bentuk perpisahan menjadi sangat mudah.
Maka, dalam hati kecilku aku berjanji; aku akan mencintai suami seperti aku mencintai diri sendiri. Aku tidak ingin disakiti, maka aku tidak akan menyakitinya. Aku tidak ingin diduakan, maka aku bersumpah tidak akan menduakannya. Aku ingin ditempatkan pada posisi paling istimewa di hatinya, maka diapun mendapat tempat paling indah di hatiku.
Hanya itu. Sesederhana itu. Biar dipisahkan oleh mautpun, selama aku masih menyayangi diri sendiri, aku akan tetap menyayangi suami.

Sampai Maut Memisahkan ( part 1 )

       Beberapa hari lalu Mas Dony cerita; seorang kerabat yang baru 100 hari ditinggal istrinya berpulang, berniat untuk menikah lagi. Si bapak yang sudah tidak muda lagi ini usianya 70 tahun lebih. Semua putra putrinya sudah mentas, sudah berkeluarga dan hidup mapan. Mereka tinggal tersebar di kota lain.
       Bapak S, sebut saja begitu, mengaku betapa beliau merasa sangat kesepian setelah kepergian istrinya. Terutama karena harus tinggal sendiri di rumah keluarga yang lumayan besar. Meskipun disamping rumah tinggal putri bungsu dan keluarganya, tapi si anak sudah sibuk dengan urusannya sendiri.Bapak S ingin punya teman sekedar untuk ngobrol, berbagi cerita, dan mendapat perhatian yang selama ini didapatkan dari almarhum istrinya.
       Mendengar cerita ini tiba-tiba aku merasa sedih. Otakku langsung membayangkan seandainya aku ada di posisi si istri yang berpulang lebih dulu. Tidak terbayang betapa remuk perasaanku ketika tahu bahwa begitu mudah aku dilupakan, dianggap sudah tidak ada -meski memang begitu kenyataannya- dan posisiku digantikan oleh orang lain.
       Aku hanya bertanya-tanya; apakah tidak ada artinya kehidupan berrumah tangga selama puluhan tahun. Berbagi tawa dan air mata selama lebih dari 2/3 usia. Semudah itukah kenangan indah selama ini, terhapus hanya karena salah satu sudah tidak berada di sisi ? Semudah itukah ??
       Hidup memang tidak selalu indah dan sempurna. Ada fase-fase yang mesti dilalui dan dijalani dengan keikhlasan dan kelapangan hati. Saat awal-awal pernikahan adalah masa penyesuaian, penyatuan dua hati dan bahkan mungkin 'pertarungan' untuk menemukan irama paling tepat untuk melangkah bersama. Seiring berjalannya waktu, antara suami dan istri semakin menemukan  banyak hal yang membuat mereka selalu ingin bersama. Yang satu menjadi nafas bagi yang lain, dan inilah mungkin yang dinamakan belahan jiwa.
       Ketika tiba masanya salah satu harus berpulang menghadapNya, alangkah bijaksana jika ini dimaknai sebagai salah satu fase yang juga harus dilalui dengan ikhlas. Bahwa hidup sudah tidak sesempurna dan seindah dulu, bahwa rasa sepi terasa begitu menggigit, adalah bukti betapa dulu kita pernah punya seseorang yang membuat segalanya menjadi indah. Ada seseorang yang membuat malam malam menjadi terasa damai. Ada 'belahan jiwa' yang selalu menyediakan diri dan hatinya untuk kita.
       Dengan dalih apapun, menurutku, sangat tidak bisa diterima menggantikan posisi suami atau istri dengan orang lain. Terlebih di usia sesenja Bapak S yang menurut hematku sudah tidak perlu lagi berjibaku memperjuangkan hidup, karena toh tugas membesarkan anak-anak sudah selesai. Bapak S sudah tinggal menikmati masa tua, menyaksikan cucu-cucu tumbuh besar dan 'menunggu waktu' untuk kembali bertemu dengan istri tercinta.
       Mencari pendamping, meski hanya sebagai teman mengisi hari tua, mengisyaratkan bahwa Bapak S enggan menerima kenyataan bahwa hidup memang sudah tidak sama seperti dulu lagi. Tidak adanya istri di sisi yang membuat hidup terasa hampa dan sepi, seharusnya lebih mengukuhkan rasa cinta pada almarhumah dan terkenang akan pengabdiannya pada suami selama ini. Bukan malah mencari orang lain sebagai ganti agar tetap ada yang melayani, tetap ada yang mengisi kesepian, tetap ada yang mengurus.
Ah, si bapak berwajah teduh...keinginanmu mencari pendamping lagi, membuat rasa simpatiku seketika anjlok. Sayang sekali...:( 


Sabtu, 29 Oktober 2011

All About Love...( sebuah cuplikan )

Sajak Kecil Tentang Cinta

mencintai angin harus menjadi siuuut...
mencintai air harus menjadi ricik
mencintai gunung harus menjadi terjal
mencintai api harus menjadi jilat
mencintai cakrawala harus menebas jarak
mencintaimu harus menjadi aku
........


Aku Ingin

aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana 
dengan isyarat yang tak  sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
.......



Sabtu, 22 Oktober 2011

Ortu or Friend ?

Sudah lama aku merasa kurang sreg dengan konsep 'orang tua sebagai teman'. Bukan karena salah atau jelek atau merugikan dan berbagai hal negatif lainnya, tapi lebih pada 'kurang pas' saja, menurutku. Orang tua ya tetap orang tua dengan segala hak dan kewajibannya, sementara teman ya tetap teman dengan hak dan kewajibannya juga.
Apalagi setelah aku merasakan sendiri menjadi orang tua bagi dua putri yang beranjak remaja. Pengalamanku sebagai anak yang baik dan berbakti  *kata bapakku dan ibukku lo* membuatku 'tidak tega' menganggap ortuku sebagai teman.
 Bagaimana tidak, teman-temanku yang sebagian besar teman sekolah -bukan tetangga, maksudnya- sering aku perlakukan sesuka hatiku. Kalau pas ulangan mereka minta contekan, aku pelototin. Kalau jajan di kantin mereka kabur tanpa bayar dan aku yang tertangkap ibu kantin, sudah pasti aku membayar dengan gerutu dan sumpah serapah. Belum lagi kalau ada yang iseng merantai sepedaku di tiang tempat parkiran, dan aku harus pulang menumpang siapa saja, sudah pasti pelakunya aku hapus dari daftar teman selama berminggu-minggu. Yaa...yang begitu-begitu sih. 
Soal curhat dan kedekatan, rasanya aku tidak punya teman atau sahabat khusus yang tahu segala rahasia hidupku sampai ke relung paling gelap :) Untuk itu semua, rasanya paling enak dan klop kalau aku mengadu ke bapak atau ibuk, kedua orang tuaku. Benar-benar sebagai orang tua, bukan sebagai teman. Kalau aku salah, ibuk langsung ngomel panjang kali lebar *sama dengan luas..hi..hi..hi*. Kalau aku bertindak benar, bapak akan langsung mengacungkan jempolnya yang besar dan hitam sambil tersenyum ; "hebat anak bapak". Sampai sekarangpun, setelah bapak berpulang dan aku bukan anak-anak atau remaja lagi, perlakuan ibuk terhadapku masih sama. Mengomeli aku untuk kesalahanku ini itu, mengatur aku harusnya begini atau begitu, dan segala remeh temeh yang aku yakin tidak akan dilakukan oleh seorang teman.
 Aku sangat bersyukur punya ortu yang benar-benar berfungsi sebagai  orang tua. Mengingatkan kalau aku salah, mengkritik kalau aku lupa diri, menegur keras kalau aku mulai takabur, mendoakan sepenuh hati kalau aku kehilangan harapan, dan yang paling penting; menerima aku dengan sepenuh cinta  walau apapun kondisiku. Cinta yang tanpa pamrih dan tanpa syarat.
 Untuk kedua putriku, aku juga sangat ingin menjadi seperti bapak dan ibuk. Menjadi orang tua yang benar-benar berfungsi sebagai orang tua. Tempat mengadu, berkeluh kesah, menumpahkan uneg-uneg, berdiskusi, curhat, memohon doa, memohon ridho...minta uang saku, minta dibelikan ini-itu, minta apapun....Aku ingin hanya kepada aku dan Mas Dony, Arum dan Dinda memusatkan segala yang terjadi dalam hidupnya saat ini. Agar kami bisa bersama-sama berpegangan tangan dan saling menguatkan menjalani segala yang sudah disuratkan olehNya.
Apapun yang mereka hadapi, aku berharap, hanya kepadaNya Arum-Dinda bersujud mohon ketenangan dan keluasan hati. Dan selanjutnya, hanya kepada kami -orang tuanya- mereka berbagi rasa...bukan kepada teman. 
 ( Tulisan ini murni untuk aku dan anak-anakku, tanpa bermaksud meremehkan atau menyalahkan pendapat siapapun tentang 'ortu vs teman'. Karena menurutku; apa yang baik dan benar untuk orang lain belum tentu baik dan benar untuk aku.)

Akhirnya Selesai Juga...

Masjid Menara Kudus. Kunjungan ke Kudus pada awal Oktober 2011 ini adalah bagian dari perjalanan bisnis Mas Dony, sekaligus menutup rangkaian touring kami berdua mengunjungi makam-makam wali songo . Tidak terasa , seluruh 'destinasi wajib' yang biasanya dikunjungi dalam wisata religi sudah kami tuntaskan dalam waktu 2 tahun. Lama sekali ? Tentu saja, karena semuanya kami lakukan di sela-sela perjalanan bisnis, mencuri-curi waktu, dan mengatur jadwal dengan tidak mudah.
 Dalam perjalanan kali ini kami mengunjungi makam Sunan Kudus di kota Kudus dan Sunan Muria di Pati Jawa Tengah. Yang menarik adalah makam Sunan Muria. Terletak di atas bukit, yang menurutku sudah tidak terlihat lagi kesakralannya saking totalnya direnovasi. Kesannya biasa saja, seperti mengunjungi makam-makam pada umumnya. Lalu di mana letak menariknya ? 
Dari arah makam, beberapa kilo ke arah timur, terdapat situs sumber air tiga rasa. Konon tempat ini dulunya adalah tempat semedi atau menyepi Kanjeng Sunan. Untuk sampai ke lokasi ini tidak mudah. Jalannya meliuk-liuk dan curam sepanjang beberapa kilometer. Aku dan Mas Dony naik ojek, itupun makan waktu lebih 20 menit. Sesampai di sana aku merasa terlempar ke 'alam lain'. 
Tinggi di atas bukit, sunyi senyap, gelap karena rimbun pepohonan dan sangat asing. Sumber airnya ternyata adalah tiga ceruk kecil di sebuah tebing batu tidak terlalu besar. Dari bawahnya mengalir air dari perut bumi yang terlihat sangat jernih. Dengan telapak tangan aku coba mencicipi rasa airnya. Benarkah berbeda ? Lagi-lagi aku kecewa ( maaf..). Ternyata rasanya tidak beda-beda amat. Hanya berbeda keasaman, menurutku, yang semakin pekat dari ceruk satu ke ceruk dua dan ceruk tiga.
 Tadinya aku kira ketiganya berbeda rasa yang ekstrem. Misalnya ceruk satu rasa stroberi, ceruk dua rasa jeruk, dan ceruk tiga rasa anggur, gitu...:))) Saking ngerinya dengan suasana sekitar yang seram, aku tidak berani mengungkapkan  ini secara langsung, takut kesambet.. he..he..he.. Permintaan Mas Dony untuk membawa sample air dari masing-masing ceruk itu juga kutolak...Tapi yang paling disesalkan adalah; kami tidak terpikir untuk berfoto, padahal aku merasa tidak bakalan ke tempat ini lagi karena letaknya yang jauh plus medan yang sulit.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Visit Surabaya 2011






Lebaran ini menjadi istimewa karena rangkaian acara yang lumayan panjang, destinasi beragam, menguras tenaga, dan menguras kantong  lumayan dalam. Tidak hanya itu, yang terlibat pun dari berbagai kota. Jarang-jarang lho bisa kumpul seperti ini...

The Three Musketeers...








Papa, mbak Arum dan Dinda jalan-jalan ke Keraton Surakarta. Mama kemana ?...maaf ya sayang, mama harus entertaint tamu dari Pontianak. Mereka lebih tertarik mengubek-ubek Pasar Klewer. Jadilah rombongan terbagi dua, sebagian ke keraton sebagian shoping. Mengapa rombongan Pontianak tidak tertarik masuk keraton ?  usut punya usut, dan ini surprise buat mama, mereka sudah sering kesana. Tanpa mampir Surabaya, langsung dari Jakarta dan balik Pontianak lagi keesokan harinya.  Kok bisa sih ? kapan-kapan soal ini akan aku tulis...intinya adalah; adanya garis keturunan yang lumayan dekat dengan pihak keraton. Mbah putri suami masih masuk dalam silsilah darah biru. Weleh-weleh...kalau aku sih darah rendah..:)))

Napak Tilas









Ini adalah kunjunganku yang kedua ke makam RM. Siswohoetomo, eyang kakung suamiku. Letaknya diatas bukit persis dipuncak Gua Jatijajar, Kebumen Jawa Tengah. Empat tahun yang lalu, sekitar Mei 2007, aku takziyah pertama kali hanya dengan bapak-ibu mertua, suami dan kedua putri kami. Sekarang, 9 September 2011, aku berkesempatan datang lagi sambil membawa rombongan dari Pontianak. Kami melakukan safari dari Surabaya, Solo, Gombong, Kebumen, sampai Cirebon.